BUKU
PANDUAN
PENGEMBANGAN
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
PENDIDIKAN
TINGGI
(Sebuah alternatif
penyusunan kurikulum)
Sub Direktorat KPS
(Kurikulum dan Program Studi)
Direktorat Akademik
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Jakarta 2008
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar …………………………………………………………………………… i
Tim
Penyusun ……………………………………………………………………………. ii
Daftar
Isi …………………………………………………………………………………… iii
I.
Pengantar…. ……………………………………………………………………………… 1
A. Pendidikan dan Kondisi
Global……………………………………………………….. 1
B. Sistem Pendidikan
Tinggi di Indonesia…….……………………………………….... 3
C. Peran Kurikulum di
dalam Sistem Pendidikan Nasional ....................................... 5
II.
Alasan Perubahan Kurikulum……..…………………………………………………… 6
III.
Bentuk Perubahan……………………………………………………………………….. 8
IV.
Memahami Lebih dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 9
V.
Tahapan Penyusunan Kurikulum …………………………………………………… 13
A. Tahapan Profil Lulusan
...................................................... ……………………… 14
B. Perumusan Kompetensi Lulusan
........................................................................ 15
C. Pengkajian kandungan
elemen kompetensi
........................................................
16
D. Pemilihan Bahan Kajian
......................................................................................
17
E. Perkiraan dan penetapan
beban (SKS) .............................................................. 18
F. Pembentukan Mata Kuliah
..................................................................................
19
G. Menyusun Struktur
Kurikulum
.............................................................................
20
VI.
Pembelajaran Dalam KBK
......................................................................................
22
A. Kondisi Pembelajaran di
Perguruan Tinggi saat ini ............................................ 22
B. Perubahan dari TCL
(TCCO) ke arah SCL ......................................................... 22
VII.
Model-Model Pembelajaran dalam KBK ................................................................
26
A. Small Group
Discussion .......................................................…………………….
27
B. Simulasi/Demonstrasi
.........................................................................................
27
C. Discovery Learning
(DL) .....................................................................................
28
D. Self-Directed
Learning (SDL) ..............................................................................
28
E. Cooperative Learning
(SL) ..................................................................................
29
F. Collaborative
Learning (CbL) ..............................................................................
29
G. Contextual
Instruction (CI) ..................................................................................
29
H. Project-Based
Learning (PjBL) ...........................................................................
30
I. Problem-Based
Learning/Inquiry (PBL/I) ...........................................................
30
VIII.
Menyusun Rencana Pembelajaran …………………………………………………… 32
Memilih Metode
Pembelajaran dengan Pendekatan SCL ………….………………… 37
IX.
Alternatif Penilaian Kemampuan Anak Didik ……………………………………… 38
A. Rubrik Deskriptif ………………………………………………………………………..
40
B. Rubrik Holistik ………………………………………………………………………….
41
C. Cara Membuat Rubrik …………………………………………………………………
1. Mencari berbagai model
rubrik
2. Menetapkan dimensi
3. Menentukan skala
4. Membuat tolok ukur pada
rubrik
42
KATA
PENGANTAR
Kurikulum Berbasis
Kompetensi telah dirumuskan sejak tahun 2004 dan terus
disempurnakan oleh
Tim Kerja. Sosialisasi KBK kepada perguruan tinggi telah dilakukan
pada tahun 2005 dan
2006 dan dilanjutkan dengan pelatihan untuk pelatih sampai tahun
2008. Sebanyak
sekitar 800 orang dosen perwakilan dari 372.perguruan tinggi telah
mengikuti pelatihan
yang diharapkan dapat mendiseminasikan dan menggunakan
pengetahuan KBK di
perguruan tingginya. Dari hasil pemantauan terhadap implementasi
KBK tahun 2007,
ternyata baru sekitar 60% peserta pelatihan telah menerapkan hasil
pelatihan dengan
berbagai tingkatan. Pemantauan KBK pada program studi di masa
depan akan lebih
mudah karena telah dibuat program untuk mengintegrasikannya di
dalam laporan
semesteran yang dikenal dengan EPSBED.
Tiga buku KBK telah
diterbitkan pada tahun 2005 dan telah disebarkan kepada perguruan
tinggi pada Rakernas
Pimpinan Perguruan Tinggi tahun 2005. Pada tahun 2008
penyempurnaan
terhadap implementasi KBK telah dituangkan dalam bentuk panduan
praktis yang berisi
rambu-rambu penyusunan KBK. Rumusan yang ada di buku ini
merupakan hasil collective
intelligence dari pemikiran selama berinteraksi dengan peserta
sosialisasi dan
peserta pelatihan serta diskusi antara anggota tim kerja KBK. Dengan
diterbitkannya
panduan praktis ini diharapkan para perumus kurikulum di perguruan
tinggi dan di program
studinya dapat dengan mudah memahami dan
mengimplementasikan
penyusunan KBK.
Pada kesempatan ini
saya mengucapkan terima kasih kepada Tim Kerja KBK yang telah
aktif dalam
mensosialisasikan, melatih dan merumuskan buku ini. Semoga tetap
semangat dalam
meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Mudah-mudahan buku
ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Jakarta, Desember
2008
Direktur Akademik
Tresna Dermawan
Kunaefi
Tim
Penyusun:
• Tresna
Dermawan Kunaefi (Ditjen Dikti)
• Illah
Sailah (IPB)
• Sylvi
Dewajani (UGM)
• Endrotomo
(ITS)
• SP
Mursid (Polban)
• Harsono
M (UGM)
• Ludfi
Djajanto (Politeknik Negeri Malang)
• Adam
Pamudji (UGM)
• Sarjadi
(UNDIP)
1
I.
PENGANTAR
A.
Pendidikan dan kondisi global
Kehidupan di abad
XXI menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi
yang bersifat
mendasar. Bentuk perubahan-perubahan tersebut adalah: (i) perubahan
dari pandangan
kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat dunia (global), (ii)
perubahan dari
kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis (utamanya dalam
pendidikan dan
praktek berkewarganegaraan), dan (iii) perubahan dari pertumbuhan
ekonomi ke
perkembangan kemanusiaan. UNESCO (1998) menjelaskan bahwa untuk
melaksanakan empat
perubahan besar di pendidikan tinggi tersebut, dipakai dua basis
landasan, berupa :
Empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to do
yang bermakna pada
penguasaan kompetensi dari pada penguasaan ketrampilan
menurut klasifikasi
ISCE (International Standard Classification of Education) dan
ISCO (International
Standard Classification of Occupation), dematerialisasi
pekerjaan dan
kemampuan berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan
jasa, dan bekerja
di kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together (with
others),
dan (iv) learning to be, serta; belajar sepanjang hayat (learning
throughout
life).
Perubahan-perubahan
mendasar pendidikan tinggi yang berlangsung di abad XXI,
akan meletakkan
kedudukan pendidikan tinggi sebagai: (i) lembaga pembelajaran dan
sumber pengetahuan,
(ii) pelaku, sarana dan wahana interaksi antara pendidikan tinggi
dengan perubahan
pasaran kerja, (iii) lembaga pendidikan tinggi sebagai tempat
pengembangan budaya
dan pembelajaran terbuka untuk masyarakat, dan (iv) pelaku,
sarana dan wahana
kerjasama internasional.
Perubahan-perubahan
mendasar pendidikan tinggi yang mendunia tersebut, sejalan
dengan kebijakan
strategi pengembangan pendidikan tinggi Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi
yang dituangkan dalam bentuk: (i) Kerangka Pengembangan
Pendidikan Tinggi
Jangka Panjang (KPPT-JP) III, 1995-2005, yang dilanjutkan
dengan (ii)
Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (SPT-JP atau HELTS), 2003-
2010. Dalam rangka
mengembangkan pendidikan tinggi yang hasil didiknya dapat
berkompetisi secara
global, Pemerintah c.q. Ditjen Dikti, Depdiknas,
mengembangkan
kurikulum yang in line dengan visi dan aksi pendidikan tinggi di
2
abad XXI menurut
UNESCO1), yang kemudian dikonfirmasi dalam The World
Conference
on Education for All di Thailand Tahun 1999. Terdapat 17 butir (articles)
yang dideklarasikan
oleh UNESCO (1998), agar pendidikan tinggi dapat
menjalankan
fungsinya di abad XXI.
Visi dan misi
pendidikan tinggi abad XXI dari UNESCO (1998) berintikan isi laporan
The
International Commission on Education for the Twenty-first Century (Learning:
the
Treasure Within) yang diketuai oleh Jacques Delors (UNESCO, 1998)2),
dengan
pokok isi antara
lain:
1. Harapan ke
depan peran pendidikan tinggi :
a) Jangkauan dari
komunitas lokal ke masyarakat dunia;
b) Perubahan kohesi
sosial ke partisipasi demokratis, di antaranya berupa
kenyataan: (i)
pendidikan dan krisis kohesi sosial, (ii) pendidikan vs exclusion,
(iii) pendidikan
dan desakan pekerjaan di masyarakat, serta (ii) partisipasi
demokratis berupa
pendidikan civic dan praktek berkewarganegaraan;
c) Dari pertumbuhan
ekonomi ke pengembangan kemanusiaan.
2.
Asas pengembangan pendidikan, berupa :
a) Empat pilar
pendidikan: (i) learning to know, (ii) learning to do (perubahan
dari skill ke
competent, dematerialisasi dari pekerjaan dan the rise of service
sector,
serta bekerja di bidang ekonomi informal), (iii) learning to live
together,
learning to live with others (discovering others and working toward
common
objectives), dan (iv) learning to be;
b) Belajar
sepanjang hayat (learning throughout life) sebagai wujud: (i)
imperative
for democracy, (ii) pendidikan multidimesional, (iii) munculnya
new
times, fresh fields, (iii) pendidikan at the heart of society, dan (iii)
kebutuhan sinergi
dalam pendidikan.
3.
Arah pengembangan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi :
a) Kesatuan
pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi: (i) pendidikan dasar
sebagai ”pasport”
untuk berkehidupan, (ii) pendidikan menengah (secondary
education)
sebagai persimpangan jalan menentukan kehidupan, dan (iii)
pendidikan tinggi
dan pendidikan sepanjang hayat;
1 ) Higher
Education in the Twenty-first Century: Vision and Action. World
Conference on Higher Education.
UNESCO, Paris, 5-9
October 1998.
2 ) Naskah
lengkap dalam Learning: the Treasure Within, 1996. Report to UNESCO of
the International
Comission on Education
for the Twenty-first Century. UNESCO Publishing/The Australian National
Commission for UNESCO.
266 hal.
3
b) Perguruan tinggi
menjadi tempat pembelajaran dan suatu sumberdaya
pengetahuan;
c) Peran pendidikan
tinggi untuk menanggapi perubahan pasar kerja;
d) Perguruan tinggi
sebagai pusat kebudayaan dan pembelajaran terbuka untuk
semua; dan
e) pendidikan untuk
wahana kerjasama international.
B.
Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia
Pada dasarnya
setiap satuan pendidikan memiliki sistem untuk menghasilkan lulusan
yang berkualitas.
Sistem pendidikan tinggi dilihat sebagai sebuah proses akan
memiliki empat
tahapan pokok yaitu (1) Masukan; (2) Proses; (3) Luaran; dan (4)
hasil ikutan
(outcome). Yang termasuk dalam katagori masukan antara lain adalah
dosen, mahasiswa,
buku, staf administrasi dan teknisi, sarana dan prasarana, dana ,
dokumen kurikulum,
dan lingkungan. Yang masuk dalam katagori proses adalah
proses
pembelajaran, proses penelitian, proses manajemen. Yang dikatagorikan luaran
adalah lulusan,
hasil penelitian dan karya IPTEKS lainnya, sedang yang termasuk
dalam katagori
hasil ikutan (outcome) antara lain adalah penerimaan dan pengakuan
masyarakat terhadap
luaran perguruan tinggi, kesinambungan, peningkatan mutu
hidup masyarakat
dan lingkungan. Sistem pendidikan yang baik didukung oleh
beberapa unsur yang
baik pula, antara lain : (1) Organisasi yang sehat; (2)
Pengelolaan yang
transparan dan akuntabel; (3) Ketersediaan Rencana Pembelajaran
dalam bentuk
dokumen kurikulum yang jelas dan sesuai kebutuhan pasar kerja; (4)
Kemampuan dan
Ketrampilan sumberdaya manusia di bidang akademik dan non
akademik yang
handal dan profesional; (5) Ketersediaan sarana-prasarana dan
fasilitas belajar
yang memadai, serta lingkungan akademik yang kondusif. Dengan
didukung kelima
unsur tersebut, perguruan tinggi akan dapat mengembangkan iklim
akademik yang
sehat, serta mengarah pada ketercapaian masyarakat akademik yang
professional. Namun
sebagai sebuah sistem yang terbuka, perguruan tinggi juga
dituntut bersinergi
dengan lembaga pendidikan tinggi lain baik didalam maupun
diluar Indonesia,
sehingga dapat berperan serta dalam pengembangan IPTEKS dan
perkembangan
masyarakat dunia. Sistem perguruan tinggi sebagai sebuah proses
dapat digambarkan
dalam skema dibawah ini.
4
Penjaminan
Mutu
Leadership
Management
Dokumen
Organisasi
Pegawai Dana Resources Laboratorium Pustaka Kurikulum
Lulusan
Mahasiswa
Baru
Proses Pembelajaran
Masyarakat
akademik
BIDANG
KEHIDUPAN
Pasar
kerja
Kebutuhan
PT
Pengakuan
Masyarakat
SISTEM PENDIDIKAN TINGGI
Gambar 1. Sistem
Pendidikan Tinggi
Dalam skema
tersebut calon mahasiswa yang merupakan salah satu katagori
’masukan’ dalam
sistem Perguruan Tinggi (PT), adalah lulusan SMU dan SMK
sederajat yang
mendaftarkan diri untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran
yang telah
ditawarkan. Calon mahasiswa yang baik memiliki beberapa indikator, tidak
hanya nilai
kelulusan yang baik, namun terlebih penting adalah adanya sikap dan
motivasi belajar
yang memadai. Semakin dikenal PT yang ada, maka semakin baik
kualitas calon
mahasiswanya. Hal ini disebabkan karena, PT tersebut menjadi sasaran
favorit lulusan
SMU/SMK sederajat yang ingin meneruskan pendidikannya. Setelah
mendaftarkan diri
dan resmi menjadi mahasiswa, tahapan selanjutnya adalah
menjalani proses
pembelajaran.
Setelah melalui
proses pembelajaran yang baik, diharapkan akan dihasilkan lulusan
PT yang
berkualitas. Beberapa indikator yang sering dipasang untuk menengarai mutu
lulusan adalah (1)
IPK; (2) Lama Studi dan (3) Predikat kelulusan yang disandang.
Namun untuk dapat
mencapai keberhasilan, perguruan tinggi perlu menjamin agar
lulusannya dapat
meningkatkan kualitas hidupnya dan mengisi dunia kerja.
Keberhasilan PT
mengantarkan lulusannya diserap dan diakui di dunia kerja dan
masyarakat, akan
menimbulkan pengakuan dan kepercayaan di masyarakat terhadap
mutu PT tersebut.
Yang akhirnya dapat berdampak pada peningkatan kualitas dan
5
kuantitas calon
mahasiswa yang akan masuk ke PT ini. Proses ini akan berputar
sebagai sebuah
siklus. Aspek internal lain yang berperan dalam menghasilkan luaran
yang bermutu adalah
penciptaan iklim masyarakat dan lingkungan akademik yang
kondusif , serta
terjaminnya sistem monitoring dan evaluasi secara internal di PT.
Oleh karena itu,
pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional, mensyaratkan
bahwa PT harus
melakukan proses penjaminan mutu secara konsisten dan benar agar
dapat dijamin
menghasilkan lulusan yang selalu berkualitas dan berkelanjutan.
C.
Peran Kurikulum di dalam Sistem Pendidikan Tinggi
Kurikulum memiliki
makna yang beragam baik antar negara maupun antar institusi
penyelenggara
pendidikan. Hal ini disebabkan karena adanya interpretasi yang
berbeda terhadap
kurikulum, yaitu dapat dipandang sebagai suatu rencana (plan) yang
dibuat oleh seseorang
atau sebagai suatu kejadian atau pengaruh aktual dari suatu
rangkaian peristiwa
(Johnson, 1974). Sementara itu menurut Kepmendiknas No.
232/U/2000
didefinisikan sebagai berikut :
”Kurikulum pendidikan tinggi adalah
seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian
dan pelajaran serta cara
penyampaian dan penilaian yang digunakan
sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
perguruan tinggi.”
Kurikulum adalah
sebuah program yang disusun dan dilaksanakan untuk mencapai
suatu tujuan
pendidikan. Jadi kurikulum bisa diartikan sebuah program yang berupa
dokumen program dan
pelaksanaan program. Sebagai sebuah dokumen kurikulum
(curriculum plan)
dirupakan dalam bentuk rincian matakuliah, silabus, rancangan
pembelajaran,
sistem evaluasi keberhasilan. Sedang kurikulum sebagai sebuah
pelaksanan program
adalah bentuk pembelajaran yang nyata-nyata dilakukan (actual
curriculum).
Perubahan sebuah kurikulum sering hanya terfokus pada pengubahan
dokumen saja,
tetapi pelaksanaan pembelajaran, penciptaan suasana belajar, cara
evaluasi/asesmen
pembelajaran, sering tidak berubah. Sehingga dapat dikatakan
perubahan kurikulum
hanya pada tataran konsep atau mengubah dokumen saja. Ini
bisa dilihat dalam
sistem pendidikan yang lama dimana kurikulum diletakan sebagai
aspek input saja.
Tetapi dengan cara pandang yang lebih luas kurikulum bisa
berperan sebagai :
(1) Kebijakan manajemen pendidikan tinggi untuk menentukan
6
arah pendidikannya;
(2) Filosofi yang akan mewarnai terbentuknya masyarakat dan
iklim akademik; (3)
Patron atau Pola Pembelajaran; (4) Atmosfer atau iklim yang
terbentuk dari
hasil interaksi manajerial PT dalam mencapai tujuan pembelajarannya;
(5) Rujukan
kualitas dari proses penjaminan mutu; serta (6) Ukuran keberhasilan PT
dalam menghasilkan
lulusan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan uraian diatas,
nampak bahwa
kurikulum tidak hanya berarti sebagai suatu dokumen saja, namun
mempunyai peran
yang kompleks dalam proses pendidikan.
II.
ALASAN PERUBAHAN KURIKULUM
Perubahan yang
dimaksud disini adalah perubahan konsep dari Kurikulum Nasional tahun
1994 ke Kurikulum
Inti dan Institusionl tahun 2000. Timbulnya Kurikulum Nasional
(Kurnas) yang
tercantum pada Keputusan Mendikbud No. 56/U/1994 didasarkan pada
masalah
internal pendidikan tinggi di Indonesia saat itu, yaitu belum adanya
tatanan
yang jelas dalam
pengembangan perguruan tinggi. Untuk menata sistem pendidikan
tinggi saat itu,
disusun Kerangka Pembangunan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang
(KPPTJP) yang
berisi tiga program yaitu : penataan lembaga, penataan program studi,
dan penataan arah
dan tujuan pendidikan. Pendidikan tinggi dibagi dalam dua jalur yaitu
jalur akademik dan
jalur professional. Hal ini tentu didasarkan pada prediksi dan asumsi
tentang kemampuan
yang harus dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi untuk mampu
menyelesaikan
masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapinya. Di dalam
Kepmendikbud No.
56/U/1994 ini disebutkan kurikulum berdasarkan pada tujuan untuk
menguasai isi ilmu
pengetahuan dan penerapannya (content based). Pada situasi global
seperti saat ini,
dimana percepatan perubahan terjadi di segala sektor, maka akan sulit
untuk menahan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Pada masa sebelum
tahun 1999
(pre-millenium era) perubahan IPTEKS yang terjadi mungkin tidak sedahsyat
pasca-millenium.
Maka bila program studi mengembangkan kurikulumnya dengan isi
(IPTEKS) sebagai
basisnya, program studi tersebut akan tertinggal oleh perkembangan
IPTEKS itu sendiri,
karena kurikulum disusun dan dilaksanakan untuk jangka waktu ratarata
5 tahun (S1).
Konsep kurikulum
yang tercantum dalam Kepmendiknas no 232/U/2000 dan no
045/U/2002 berbeda
latar belakangnya, yaitu lebih banyak didorong oleh masalahmasalah
global
atau eksternal, terutama yang telah diuraikan dalam laporan UNESCO
7
diatas. Hal-hal
tersebut menimbulkan keadaan seperti : (a) persaingan di dunia global,
yang berakibat juga
terhadap persaingan perguruan tinggi di dalam negeri maupun di luar
negeri, sehingga
perguruan tinggi dituntut untuk menghasilkan lulusan yang dapat
bersaing dalam
dunia global; (b) adanya perubahan orientasi pendidikan tinggi yang tidak
lagi hanya
menghasilkan manusia cerdas berilmu tetapi juga yang mampu menerapkan
keilmuannya dalam
kehidupan di masyarakatnya (kompeten dan relevan), yang lebih
berbudaya; dan (c)
Juga adanya perubahan kebutuhan di dunia kerja yang terwujud dalam
perubahan
persyaratan dalam menerima tenaga kerja, yaitu adanya persyaratan softskills
yang dominan disamping
hardskillsnya. Sehingga kurikulum yang dikonsepkan lebih
didasarkan pada
rumusan kompetensi yang harus dicapai/ dimiliki oleh lulusan perguruan
tinggi yang sesuai
atau mendekati kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat
pemangku
kepentingan/ stakeholders (competence based curriculum).
Disamping itu
perubahan ini juga didorong adanya perubahan otonomi perguruan
tinggi
yang dijamin dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
yang memberi
kelonggaran
terhadap perguruan tinggi untuk menentukan dan mengembangkan
kurikulumnya
sendiri. Peran DIKTI juga berubah yaitu hanya memfasilitasi,
memberdayakan, dan
mendorong perguruan tinggi untuk mencapai tujuannya, jadi tidak
lagi berperan sebagai
penentu atau regulator seperti masa-masa sebelumnya. Disini secara
konseptual
dipisahkan antara pengembangan kelembagaan dan pengembangan
kurikulum/isi
pendidikannya. Sehingga perguruan tinggi lebih bisa mengembangkan
dirinya sesuai
dengan kemampuan dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi sangat
dimungkinkan
perubahan kurikulum disebabkan juga oleh adanya perubahan rencana
strategis perguruan
tinggi yang termuat dalam visi dan misinya .
Perubahan yang
sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja,
mendorong perguruan
tinggi perlu membekali lulusannya dengan kemampuan adaptasi
dan kreativitas
agar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan yang cepat tersebut.
Alasan inilah yang
seharusnya mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk
melakukan perubahan
paradigma dalam penyusunan kurikulumnya. Tidak hanya
memfokuskan pada
isi yang harus dipelajari, tetapi lebih menitik beratkan pada
kemampuan apa yang
harus dimiliki lulusannya sehingga dapat menghadapi kehidupan
masa depan dengan
lebih baik serta dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Konsep
kurikulum yang
didasarkan pada empat pilar pendidikan dari UNESCO seperti telah
diuraikan diatas,
merupakan pengubahan orientasi kurikulum secara mendasar. Yaitu dari
8
sebelumnya yang
berfokus pada isi keilmuan (IPTEKS), berubah berfokus kepada
kemampuan manusia
di masyarakatnya, lebih luas lagi yaitu pada kebudayaannya.
III.BENTUK
PERUBAHAN
Pembaharuan konsep
kurikulum pendidikan tinggi yang dituangkan dalam Kepmendiknas
No. 232/U/2000 dan
No. 045/U/2002 , yang mengacu kepada konsep pendidikan tinggi
abad XXI UNESCO
(1998) , terdapat perubahan yang mendasar yaitu:
1) Luaran hasil
pendidikan tinggi yang semula berupa kemampuan minimal
penguasaan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum
suatu Program
studi, diganti dengan kompetensi seseorang untuk dapat melakukan
seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap
mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan
tertentu. Luaran
hasil pendidikan tinggi ini yang semula penilaiannya dilakukan
oleh penyelenggara
pendidikan tinggi sendiri, dalam konsep yang baru penilaian
selain oleh
perguruan tinggi juga dilakukan oleh masyarakat pemangku
kepentingan.
2) Kurikulum program
studi yang semula disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah
lewat sebuah
Konsorsium (Kurikulum Nasional), diubah, yakni kurikulum inti
disusun oleh
perguruan tinggi bersama-sama dengan pemangku kepentingan dan
kalangan profesi,
dan ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.
3) Berdasarkan
Kepmendikbud No. 056/U/1994 komponen kurikulum tersusun atas
Kurikulum Nasional
(Kurnas) dan Kurikulum Lokal (Kurlok) yang disusun
dengan tujuan untuk
menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content
based),
sedangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 disebutkan bahwa
kurikulum terdiri
atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional.
Kurikulum
Inti merupakan penciri dari kompetensi utama, ditetapkan
oleh
kalangan perguruan
tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan.
Sedangkan
Kompetensi pendukung, dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan
gayut dengan
kompetensi utama suatu program studi ditetapkan oleh institusi
penyelenggara
program studi (Kepmendiknas No.045/U/2002).
4) Dalam Kurikulum
Nasional terdapat pengelompokan mata kuliah yang terdiri
atas: Mata Kuliah
Umum (MKU), Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK), dan
Mata Kuliah
Keahlian (MKK). Sedangkan dalam Kepmendiknas no 232/U/200,
9
Kurikulum terdiri
atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK),
Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata
Kuliah Keahlian
Berkarya (MKB), Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta
Mata Kuliah
Berkehidupan Bersama (MBB). Namun, pada Kepmendiknas
No.045/U/2002,
pengelompokkan mata kuliah tersebut diluruskan maknanya agar
lebih luas dan
tepat melalui pengelompokkan berdasarkan elemen kompetensinya,
yaitu (a) landasan
kepribadian; (b) penguasaan ilmu dan keterampilan; (c)
kemampuan berkarya;
(d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat
keahlian
berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; (e) pemahaman
kaidah berkehidupan
bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam
berkarya.
Konsep ini untuk
dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang menjadikan
perguruan tinggi
menjadi tempat pembelajaran dan suatu sumberdaya
pengetahuan, pusat
kebudayaan, serta tempat pembelajaran terbuka untuk semua,
maka dimasukkan
strategi kebudayaan dalam pengembangan pendidikan tinggi.
Strategi kebudayaan
tersebut berujud kemampuan untuk menangani masalahmasalah
yang terkait dengan
aspek :
(i) fenomena anthrophos,
dicakup dalam Pengembangan manusia yang beriman
dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
berkepribadian
mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan
kebangsaan;
(ii) fenomena tekne,
dicakup dalam penguasaan ilmu dan ketrampilan untuk
mencapai derajat
keahlian berkarya;
(iii)fenomena oikos,
dicakup dalam kemampuan untuk memahami kaidah
kehidupan
bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya;
(iv)fenomena etnos,
dicakup dalam pembentukan sikap dan perilaku yang
diperlukan
seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan
ilmu dan keahlian
yang dikuasai.
5) Perubahan kurikulum
juga berarti perubahan pembelajarannya, sehingga dengan
konsep diatas
proses pembelajaran yang dilakukan di pendidikan tinggi tidak
hanya sekedar suatu
proses transfer of knowledge, namun benar-benar merupakan
suatu proses
pembekalan yang berupa method of inquiry seseorang yang
berkompeten dalam
berkarya di masyarakat. Dengan demikian secara jelas akan
tampak bahwa
perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis penguasaan ilmu
10
pengetahuan dan
ketrampilan (KBI) sesuai Kepmendikbud No.056/U/1994, ke
KBK menurut
Kepmendiknas No. 232/U/2000, mempunyai beberapa harapan
keunggulan, yaitu :
”luaran hasil
pendidikan (outcomes) yang diharapkan sesuai
dengan societal
needs, industrial/business needs, dan
professional
needs; dengan pengertian bahwa outcomes
merupakan kemampuan
mengintegrasikan intelectual skill,
knowledge
dan afektif dalam sebuah perilaku secara utuh.”
Beberapa perubahan
konsep dari kurikulum berbasis isi (Kepmendikbud 056/U/1994)
ke Kurikulum
berbasis kompetensi (Kepmendiknas no. 232/U/2000 dan 045/U/2002)
dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Pembelajaran
Penekanan
Cara menyusun
Penilai kualitas
lulusan
Luaran PT
Basis kurikulum
Latar belakang
perubahan
TINJAUAN
Student centered learning (SCL),
diarahkan pada pembekalan
method of inquiry and discovery
Teacher centered learning
(TCL), dengan titik berat
pada transfer of knowledge
7
Outcome, keseimbangan hardskill
dan softskill
Output , lebih banyak
6 menekankan hard skill
Mulai dari penetapan profil
lulusan dan kompetensi
Mulai dari isi keilmuannya 5
Perguruan Tinggi dan pengguna
lulusan/ stakeholders.
Perguruan tinggi sendiri
4
Kompetensi yang dianggap mampu
oleh masyarakat.
Kemampuan minimal sesuai
3 sasaran kurikulumnya
Berbasis kompetensi
(Competency Based Curricullum)
Berbasis isi
2 (Content Based Curricullum)
1 Masalah internal Masalah global
KURIKULUM
BERBASIS
KOMPETENSI
(2000)
KURIKULUM
BERBASIS ISI
No
(KURNAS 1994)
PERUBAHAN KONSEP KURIKULUM
Tabel 1. Perubahan
konsep kurikulum
IV.MEMAHAMI
LEBIH DALAM KEPMENDIKNAS NO.232/U/2000 DAN
NO.045/U/2002.
Dalam Kepmendiknas
No. 232/U/2000 memang terdapat hal–hal yang belum seluruhnya
jelas dan karena
tidak ada petunjuk teknis yang menyertainya, menjadikan perguruan
tinggi sulit untuk
melaksanakannya. Hal ini terungkap dalam kajian yang dilakukan oleh
11
Tim Kelompok Kerja
Inventarisasi dan Evaluasi Implementasi Kurikulum DIKTI di
Perguruan Tinggi
tahun 2003 yang mensurvai perguruan tinggi yang telah merekonstruksi
dan
mengimplementasikan kurikulumnya sesuai dengan isi Kepmen tersebut.
Berdasarkan studi
yang telah dilaksanakan tersebut diperoleh data bahwa pemahaman
terhadap isi Kepmen
tersebut masih berbeda-beda dan kesiapan untuk melakukan
perubahan kurikulum
di perguruan tinggi juga berbeda. Berdasarkan kajian tersebut
dikeluarkanlah
Kepmendiknas no 045/U/2002 yang dimaksudkan untuk memperjelas dan
melengkapi
Kepmendiknas 232/U/200 agar bisa dilaksanakan dengan tepat. Untuk
memahami konsep
kurikulum berbasis kompetensi ini harus dipahami kedua Kepmen
tersebut secara
utuh. Kedua Kepmen tersebut sebetulnya saling melengkapi, namun pada
satu bagian Kepmen
tersebut mengandung makna yang berbeda, yaitu bahwa dalam
Kepmendiknas No.
232/U/2000 disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti
dan kurikulum
Institusional yang terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah
Pengembangan
Kepribadian (MPK), Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK),
Mata Kuliah
Keahlian Berkarya (MKB), Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta
Mata Kuliah
Berkehidupan Bersama (MBB). Konsep ini adalah runtutan pemikiran yang
berusaha
mensepadankan antara konsep UNESCO dengan persyaratan kerja hasil survai
yang dijadikan
referensi oleh DIKTI, kedalam pola lama yaitu adanya pengelompokan
mata kuliah seperti
tergambar pada tabel 2 berikut ini.
MK
Pengemb. Kepribadian
( MKPK )
Mata
kuliah
berkehidupan
bersama
( MKBB )
learning
to
live
together
Pengenalan
sifat pekerjaan
terkait
:
• Terlatih
dalam etika kerja
• Memahami
makna globalisasi
• Fleksibel
thd pilihan pekerjaan
Mata
kuliah
Perilaku
Berkarya
( MKPB )
learning
to
be
Attitude
:
• kepemimpinan
• teamworking
• can work
crossculturally
Matakuliah
Keahlian
Berkarya
( MKKB )
learning
to
do
Matakuliah
Keilmuan
dan Ketrampilan
( MKKK )
learning
to
know
Penguasaan
pengetahuan
dan
ketrampilan :
• analisis
dan sintesis
• menguasai
IT/computting
• managed
ambiguity
• communication
• 2 nd language
KURIKULUM INTI &
INSTITUSIONAL
IBE
UNESCO
PERSYARATAN
KERJA
USAHA PENYEPADANAN
12
Tabel 2. Usaha
penyepadanan
Namun, pada SK
Mendiknas No. 045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut
diluruskan maknanya
agar penyusunan kurikulum tidak terfokus pada usaha
pengelompokan mata
kuliah tetapi lebih kearah pencapaian kompetensi yang
mengandung
elemen-elemen kompetensi sebagai berikut: (a) landasan kepribadian; (b)
penguasaan ilmu dan
keterampilan; (c) kemampuan berkarya; (d) sikap dan perilaku
dalam berkarya
menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang
dikuasai; (e)
pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan
keahlian dalam
berkarya. Dengan demikian pengelompokan mata kuliah menjadi tidak
berperan lagi
karena tidak terkait langsung dengan pencapaian kompetensi lulusan. Bisa
terjadi satu mata
kuliah dibangun untuk mencapai satu atau lebih kompetensi (learning
todo, learning to
know, learning tobe, learning to live together) , dan sebaliknya satu
kompetensi dapat
dicapai lewat lebih dari satu mata kuliah, sehingga pengelompokan
mata kuliah menjadi
sulit dilakukan atau dapat dikatakan tidak bisa dilakukan, kecuali
dipaksakan. Jadi
pencapaian kompetensilah yang menjadi tujuan/sasaran kurikulum,
sedang
pengelompokan mata kuliah bukan sasaran perubahan kurikulum.
Kurikulum
inti menurut Kepmendiknas no.045/U/2002, merupakan penciri dari
kompetensi utama,
bersifat dasar untuk mencapai kompetensi lulusan, merupakan acuan
baku minimal mutu
penyelenggaraan program studi, dan ditetapkan oleh kalangan
perguruan tinggi
(program studi sejenis) bersama masyarakat profesi dan pengguna
lulusan. Jadi
Kompetensi utama ini merupakan penciri suatu lulusan program studi
tertentu, dan ini
bisa disepakati dengan mengambil beban dari keseluruhan beban studi
sebesar 40% – 80%.
Sementara itu kurikulum institusional didalamnya terumuskan
kompetensi
pendukung dan kompetensi lainnya, yang bersifat khusus dan gayut dengan
kompetensi utama
suatu program studi dan ditetapkan oleh institusi penyelenggara
program studi.
Kompetensi pendukung dapat bergerak antara 20% - 40% dari keseluruhan
beban studi.
Sementara itu kompetensi lainnya equivalen dengan beban studi sebesar 0%-
30% dari
keseluruhan.
13
V.
TAHAPAN PENYUSUNAN KURIKULUM
Langkah awal yang
harus dilakukan dalam menyusun kurikulum adalah dengan
melakukan analisis
SWOT dan Tracer Study serta Labor Market Signals, seperti
tergambar dalam
skema proses penyusunan kurikulum dibawah ini.
Kompetensi
Lulusan
Bahan
kajian
Metode
pembelajaran
Mata
kuliah (sks)
Bahan
Ajar (sillabus)
Menyusun
struktur kurikulum
(distribusi
kedalam Semester)
Tracer
Study
Need
Assessment
(Market
signal)
Analisis
SWOT
Kemampuan
PS
(Scientific
vision)
KBI yang biasa dilakukan.
KBK yang diusulkan
Rancangan
Pembelajaran
Distribusi
kedalam MK
Kedalaman
dan
Keluasan
kajian (sks)
Tujuan
Pendidikan
(Kompetensi)
(1) Profil
Lulusan
(2)
(3)
(4)
(5)
(7) (6)
(8)
Gambar 2. Skema
Proses Penyusunan kurikulum
Dalam penyusunan
kurikulum yang sering dilakukan setelah didapat hasil dari analisis
hal-hal tersebut
adalah menentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang
kemudian segera
dijabarkan dalam mata kuliah yang kemudian dilengkapi dengan bahan
ajarnya (silabus)
untuk setiap mata kuliah. Sejumlah mata kuliah ini disusun kedalam
semester-semester.
Penyusunan mata kuliah ke dalam semester biasanya didasarkan pada
struktur atau
logika urutan sebuah IPTEKS dipelajari, berdasarkan urutan tingkat
kerumitan dan
kesulitan ilmu yang dipelajari. Kurikulum semacam ini yang sering
disebut kurikulum
berbasis isi (content based curriculum). Dalam hal ini jarang
dipertimbangkan
apakah lulusannya nanti relevan dengan kebutuhan masyarakat
pemangku
kepentingan (stakeholders) atau tidak. Alternatif penyusunan kurikulum yang
berbasis pada
kompetensi yang diusulkan, dimulai dengan langkah-langkah berikut : (1)
penyusunan profil
lulusan, yaitu peran dan fungsi yang diharapkan dapat dijalankan oleh
14
lulusan nantinya di
masyarakat; (2) penetapan kompetensi lulusan berdasarkan profil
lulusan yang telah
diancangkan tadi; (3) Penentuan Bahan Kajian yang terkait dengan
bidang IPTEKS
program studi; (4) Penetapan kedalaman dan keluasan kajian (sks) yang
dilakukan dengan
menganalisis hubungan antara kompetensi dan bahan kajian yang
diperlukan; (5)
Merangkai berbagai bahan kajian tersebut kedalam mata kuliah; (6)
Menyusun struktur
kurikulum dengan cara mendistribusikan mata kuliah tersebut dalam
semester; (7)
Mengembangkan Rancangan Pembelajaran; dan secara simultan (8)
memilih metode
pembelajaran yang tepat untuk mencapai kompetensinya.
Tahapan-tahapan
diatas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :
A.
Penetapan profil lulusan.
Yang dimaksudkan
dengan profil adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh
lulusan program
studi di masyarakat/ dunia kerja. Profil ini adalah outcome
pendidikan yang
akan dituju. Dengan menetapkan profil, perguruan tinggi dapat
memberikan jaminan
pada calon mahasiswanya akan bisa berperan menjadi apa saja
setelah ia
menjalani semua proses pembelajaran di program studinya. Untuk
menetapkan profil
lulusan, dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan: “Setelah
lulus
nanti, akan menjadi apa saja lulusan program studi ini?” Profil
ini bisa saja
merupakan profesi
tertentu misal dokter, pengacara, apoteker, dan lainnya, tetapi juga
bisa sebuah peran
tertentu seperti manajer, pendidik, peneliti, atau juga sebuah peran
yang lebih umum
yang sangat dibutuhkan didalam banyak kondisi dan situasi kerja
seperti
komunikator, kreator, pemimpin, dan sebagainya. Beberapa contoh profil yang
dapat disimak pada
tabel 2. di bawah ini.
Tabel 3 : Beberapa
contoh Profil lulusan
NO
PROGRAM
STUDI
CONTOH PROFIL
1 Agroteknologi (1) Pelaku bisnis
pertanian; (2) Pengusaha di
bidang pertanian; (3)
Peneliti; (4) Pendidik
2 Seni (1) Pencipta seni; (2)
Pengkaji seni;
(3) Pengelola seni;
(4) pendidik seni
3 Keperawatan (1) Care provider; (2)
konsultan kesehatan;
(3) community leader;
(4) pendidik
4 Arsitek (1) Arsitek Profesional; (2)
Kontraktor;
(3) peneliti; (4)
Akademisi.
5 Psikologi
(1) Pengelola SDM; (2)
konsultan advertising;
(3) konsultan pendidikan;
(4) Pengelola Training;
(5) Pendidik
15
B.
Perumusan kompetensi lulusan.
Setelah menetapkan
profil lulusan program studi sebagai outcome pendidikan, maka
langkah selanjutnya
adalah menentukan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh
lulusan program
studi sebagai output pembelajarannya. Untuk menetapkan
kompetensi lulusan,
dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “ Untuk menjadi
profil
(.......yang ditetapkan) lulusan harus mampu melakukan apa saja?”
Pertanyaan ini
diulang untuk setiap profil, sehingga diperoleh daftar kompetensi
lulusan dengan
lengkap. Kompetensi lulusan bisa didapat lewat kajian terhadap tiga
unsur yaitu
nilai-nilai yang dicanangkan oleh perguruan tinggi (university values),
visi keilmuan dari
program studinya (scientific vision), dan kebutuhan masyarakat
pemangku
kepentingan (need assesment). Kompetensi ini terbagi dalam tiga katagori
yaitu kompetensi
utama; kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya, yang
kesemuanya akhirnya
menjadi rumusan kompetensi lulusan. Seperti penjelasan
sebelumnya bahwa
kompetensi utama merupakan kompetensi penciri lulusan sebuah
program studi,
sedangkan kompetensi pendukung adalah kompetensi yang
ditambahkan oleh
program studi sendiri untuk memperkuat kompetensi utamanya dan
memberi ciri
keunggulan program studi tersebut. Sedang kompetensi lainnya adalah
kompetensi lulusan
yang ditetapkan oleh perguruan tinggi/ program studi sendiri
sebagai ciri
lulusannya dan untuk memberi bekal lulusan agar mempunyai keluasan
dalam memilih
bidang kehidupan serta dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk
lebih jelas dapat
diperhatikan Matriks tabel 4. di bawah ini.
KOMPETENSI
LAINNYA
KOMPETENSI
PENDUKUNG
KOMPETENSI
UTAMA
PROFIL / KOMPETENSI YANG SEHARUSNYA DIMILIKI
PERAN
LULUSAN
Tabel 4. Matrik
hubungan antara Profil dan Kompetensi Lulusan
16
C.
Pengkajian kandungan elemen kompetensi .
Setelah semua
kompetensi lulusan terumuskan, langkah selanjutnya adalah mengkaji
apakah kompetensi
tersebut telah mengandung kelima elemen kompetensi seperti
yang diwajibkan
dalam Kepmendiknas No.045/U/2002. Kelima elemen kompetensi
tersebut adalah :
(a) landasan kepribadian, (b) penguasaan ilmu dan keterampilan, (c)
kemampuan berkarya,
(d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian
berdasarkan ilmu
dan keterampilan yang dikuasai, (e) pemahaman kaidah
berkehidupan
bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Setiap
kompetensi lulusan
dianalisis apakah mengandung satu atau lebih elemen-elemen
kompetensi
tersebut. Untuk menganalisis adanya muatan elemen kompetensi di setiap
kompetensi, salah
satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengecek
kemungkinan
strategi pembelajaran yang akan diterapkan untuk mencapai kompetensi
tersebut. Jika
kompetensi mengandung elemen (a) landasan kepribadian yang lebih
bersifat
softskills, nantinya bisa diselipkan dalam bentuk hidden curriculum. Jika
kompetensi tersebut
mengandung elemen (b) penguasaan ilmu dan ketrampilan ,
maka bisa diajarkan
dalam bentuk mata kuliah. Jika kompetensi mengandung elemen
(c) kemampuan
berkarya, maka kompetensi tersebut bisa ditempuh dengan praktek
kerja tertentu, dan
bila kompetensi tersebut mengandung elemen (d) sikap dan
perilaku dalam
berkarya, maka di dalam praktek kerja tersebut harus bermuatan sikap
dan perilaku.
Terakhir, bila kompetensi tersebut mengandung elemen (e) pemahaman
kaidah berkehidupan
bermasyarakat, maka kompetensi tersebut bisa diperoleh dengan
strategi praktek
kerja di masyarakat. Pemeriksaan keterkaitan rumusan kompetensi
lulusan dengan
elemen kompetensi ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
kurikulum yang kita
susun telah mempertimbangkan unsur-unsur dasar dari
kurikulum yang
disarankan oleh UNESCO (learning to know, learning to do, learning
to be, dan learning
to live together) dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
(landasan
kepribadian). Agar dapat lebih mudah dalam menganalisis elemen
kompetensi ini
dapat digunakan matriks pada tabel 4 di bawah ini.
17
5
4
3 V
2
1 V
a b c d e
13
12
15
14
11
10
9
8
7
6
RUMUSAN KOMPETENSI
LAINNYA
PENDUKUNG
UTAMA
ELEMEN
KELOMPOK KOMPETENSI
KOMPETENSI
KAITAN KOMPETENSI DAN ELEMEN KOMPETENSI
Tabel 5. Matriks
antara Rumusan Kompetensi dengan Elemen
Kompetensi dalam SK
Mendiknas No. 045/U/2002.
D.
Pemilihan bahan kajian .
Setelah
menganalisis elemen kompetensi maka langkah selanjutnya adalah
menentukan bahan
kajian yang akan dipelajari dalam rangka mencapai kompetensi
yang telah
ditetapkan sebelumnya. Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu,
teknologi atau seni
, obyek yang dipelajari, yang menunjukkan ciri cabang ilmu
tertentu, atau
dengan kata lain menunjukkan bidang kajian atau inti keilmuan suatu
program studi.
Bahan kajian dapat pula merupakan pengetahuan/bidang kajian yang
akan dikembangkan ,
keilmuan yang sangat potensial atau dibutuhkan masyarakat
untuk masa datang.
Pilihan bahan kajian ini sangat dipengaruhi oleh visi keilmuan
program studi yang
bersangkutan, yang biasanya dapat diambil dari program
pengembangan
program studi (misalnya diambil dari pohon penelitian program studi).
Tingkat keluasan ,
kerincian, dan kedalaman bahan kajian ini merupakan pilihan
otonom masyarakat
ilmiah di program studi tersebut. Bahan kajian bukan merupakan
mata kuliah. Contoh
bahan kajian yang sering ditemui misalnya pada bidang
agroteknologi
adalah (1) Ilmu Tanaman; (2) Media Tanam; (3) Teknologi Tanaman;
(4) Lingkungan dll.
Contoh lain adalah pada program studi psikologi (1) Psikologi
dasar (Umum dan
Eksperimen); (2) Psikologi Perkembangan; (3) kajian
Psikodiagnostik dan
Psikometri; (4) Kajian Sosial; dll.
18
E.
Perkiraan dan penetapan beban (sks) dan pembentukan mata kuliah.
Selama ini
pengertian sks hanya berkaitan dengan waktu satu kegiatan pembelajaran,
tanpa dikaitkan
dengan variabel lain. Hanya macam kegiatan yang dideskripsikan.
Seperti pengertian
1 sks mata kuliah yang dilakukan dengan perkuliahan (ceramah)
diartikan tiga
macam kegiatan, yaitu kegiatan tatap muka selama 50 menit, kegiatan
belajar terstruktur
selama 60 menit, dan kegiatan belajar mandiri selama 60-100
menit, semuanya
dalam satuan perminggu, persemester. Banyak program studi yang
hanya menerima sks
dari tahun ke tahun tanpa memahami cara menetapkannya.
Selama ini
perkiraan besarnya sks sebuah mata kuliah lebih banyak ditetapkan atas
dasar pengalaman
dan terutama menyangkut banyaknya bahan kajian yang harus
disampaikan. Hal
ini bisa dimengerti karena selain sks hanya terkait dengan waktu,
kurikulum yang
dilaksanakan adalah kurikulum berbasis isi (KBI), serta kegiatannya
lebih banyak berupa
kuliah/ceramah (TCL). Sehingga besarnya sks suatu mata kuliah
sepertinya menjadi
hak dosen pengampunya, yaitu berdasar pada materi yang ia
kuasai dan yang
harus ia ajarkan. Dengan paradigma KBK, maka seharusnyalah sks
terkait dengan
kompetensi yang harus dicapai. Pengertian sks tetap berkaitan dengan
waktu , hanya
perkiraan besarnya sks sebuah mata kuliah atau suatu pengalaman
belajar yang
direncanakan, dilakukan dengan menganalisis secara simultan beberapa
variabel, yaitu:
(a)tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin dicapai; (b) tingkat
keluasan dan kedalaman
bahan kajian yang dipelajari ; (c) cara/strategi pembelajaran
yang akan
diterapkan; (d) dan posisi (letak semester) suatu kegiatan pembelajaran
dilakukan; dan (e)
perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di satu semester .
Sehingga dalam KBK
yang lebih menitik beratkan pada kemampuan/kompetensi
mahasiswanya,
secara prinsip pengertian sks harus dipahami sebagai : waktu yang
dibutuhkan
oleh mahasiswa untuk mencapai kompetensi tertentu, dengan melalui
suatu
bentuk pembelajaran dan bahan kajian tertentu. Untuk
itu diperlukan
pemetaan hubungan
kompetensi dan bahan kajian, seperti pada tabel 6 dibawah ini.
19
5
4
A B C D E
F G H I J K L M N
IPTEKS
pendukung
Inti
keilmuan
program
studi
Untuk
ms dpn
Ciri
PT
Yang
dikemb
IPTEKS
pelngkp
10
9
12
11
8
7
6
3
2
1
RUMUSAN
KOMPETENSI
Kompetensi lainnya
Kompetensi Pendukung
Kompetensi Utama
BAHAN KAJIAN
KAITAN RUMUSAN KOMPETENSI DENGAN BAHAN KAJIAN
(YANG MENJADI KERANGKA KURIKULUM)
Tabel 6. Matriks
Kaitan Bahan Kajian dan Kompetensi Lulusan
F.
Pembentukan mata kuliah
Peta kaitan bahan
kajian dan kompetensi ini secara simultan juga digunakan untuk
analisis
pembentukan sebuah mata kuliah. Hal ini dapat ditempuh dengan
menganalisis
keterdekatan bahan kajian serta kemungkinan efektivitas pencapaian
kompetensi bila
beberapa bahan kajian dipelajari dalam satu mata kuliah, dan dengan
strategi atau
pendekatan pembelajaran yang tepat, seperti contoh pada tabel 6 berikut
ini.
J
K MK7
G MK5
1 2 3 … N
MK1 MK2
I
H
M
L
F
E
D
C
B
A
KOMPETENSI
MK6
MK4
MK3
BAHAN KAJIAN
MATRIKS HUBUNGAN BAHAN KAJIAN DAN KOMPETENSI
DALAM BENTUK MATAKULIAH
MK1 & MK2
beda jenis bahan
kajian dalam satu
kompetensi
MK3
tiga bahan kajian
berkaitan dengan
satu kompetensi
MATA KULIAH
ADALAH BUNGKUS
DARI
BAHAN KAJIAN
MK5 & MK6
satu bahan kajian
untuk mencapai
banyak kompetensi
Tabel 7. Contoh
Penetapan Mata Kuliah
20
Dari contoh
pembentukan mata kuliah seperti diatas, merangkai beberapa bahan
kajian menjadi
suatu mata kuliah dapat melalui beberapa pertimbangan yaitu : (a)
adanya keterkaitan
yang erat antar bahan kajian yang bila dipelajari secara
terintergrasi
diperkirakan akan lebih baik hasilnya; (b) adanya pertimbangan konteks
keilmuan, artinya
mahasiswa akan menguasai suatu makna keilmuan dalam konteks
tertentu; (c)
Adanya metode pembelajaran yang tepat yang menjadikan pencapaian
kompetensi lebih
efektif dan efisien serta berdampak positif pada mahasiswa bila
suatu bahan kajian
dipelajari secara komprehensif dan terintegrasi.. Dengan demikian
pembentukan mata
kuliah mempunyai fleksibilitas yang tinggi, sehingga satu program
studi sangat
dimungkinkan mempunyai jumlah dan jenis mata kuliah yang sangat
berbeda, karena
dalam hal ini mata kuliah hanyalah bungkus serangkai bahan kajian
yang dipilih
sendiri oleh sebuah program studi.
G.
Menyusun struktur kurikulum
Setelah diperoleh
perkiraan besarnya sks setiap mata kuliah, maka langkah
selanjutnya adalah
menyusun mata kuliah tersebut di dalam semester. Penyajian mata
kuliah dalam
semester ini sering dikenal sebagai struktur kurikulum. Secara teoritis
terdapat dua macam
pendekatan struktur kurikulum, yaitu (1) pendekatan serial; dan
(2)
pendekatan parallel. Pendekatan serial adalah pendekatan yang menyusun mata
kuliah berdasarkan
logika atau struktur keilmuannya. Pada pendekatan serial ini, mata
kuliah disusun dari
yang paling dasar (berdasarkan logika keilmuannya) sampai di
semester akhir yang
merupakan mata kuliah lanjutan (advanced). Setiap mata kuliah
saling berhubungan,
dengan ditunjukkan dari adanya mata kuliah pre-requisite
(prasyarat). Mata
kuliah yang tersaji di semester awal akan menjadi syarat bagi mata
kuliah di atasnya.
Permasalahan yang sering muncul adalah siapa yang harus
membuat hubungan
antar mata kuliah antar semester? Mahasiswa atau dosen? Jika
mahasiswa, mereka
belum memiliki kompetensi untuk memahami keseluruhan
kerangka keilmuan
tersebut. Jika dosen, tidak ada yang menjamin terjadinya kaitan
tersebut mengingat
antara mata kuliah satu dengan yang lain diampu oleh dosen yang
berbeda dan sulit
dijamin adanya komunikasi yang baik antar dosen-dosen yang
terlibat. Kelemahan
inilah yang menyebabkan lulusan dengan model struktur serial ini
kurang memiliki
kompetensi yang terintegrasi. Sisi lain dari adanya mata kuliah
prasyarat sering
menjadi penyebab melambatnya kelulusan mahasiswa karena bila
21
salah satu mata
kuliah prasyarat tersebut gagal dia harus mengulang di tahun
berikutnya. Gambar
2. di bawah ini menyajikan contoh kurikulum serial.
SOCIAL SCIENCE,
ETHICS,AND HUMINITIES
CITY PLANNING AND
ENVIRONMENT
ARCHITECTURAL DESIGN
DESIGN PRINCIPLE &
ARCHITECTURE THEORY
STRUCTURE PRINCIPLE
BUILDING SCIENCE
AND TECHNOLOGY
Meletakan
dasar IPTEKS
Pengujian
kemampuan
komprehensif
Melatih
ketrampilan dasar
perancangan
Mengembangkan
kemampuan
perancangan
Gambar 5. Contoh
Struktur Kurikulum kombinasi serial-paralel.
Dengan demikian
struktur kurikulum bisa disusun dengan lebih bervariasi. Hanya
yang terpenting
bukan kebenaran strukturnya tetapi kurikulum harus dilihat sebagai
program untuk
mencapai kompetensi lulusan yang harus dilaksanakan. Kurikulum
bukan hanya sekedar
dokumen saja, kurikulum sebagaimana diungkapkan dalam
Kepmendiknas No.
232/U/2000 adalah:
”Kurikulum
pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan
pengaturan
mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara
penyampaian
dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan
kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.”
Oleh karenanya,
kurikulum tidak hanya sekedar dilihat dari dokumen dan struktur
kurikulumnya saja,
namun perlu diikuti dengan pembelajarannya. Perubahan
kurikulum berarti
juga perubahan pembelajaran terutama perubahan perilaku dan pola
pikir dari peserta
serta pelaku pembelajarannya, agar outcome pembelajaran yang
ditetapkan dapat benar-benar
tercapai.
22
VI.PEMBELAJARAN
DALAM KBK
A.
Kondisi Pembelajaran di perguruan tinggi saat ini
Proses pembelajaran
yang banyak dipraktekkan sekarang ini sebagian besar berbentuk
penyampaian secara
tatap muka (lecturing), searah. Pada saat mengikuti kuliah atau
mendengarkan
ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap
makna esensi materi
pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan
yang kebenarannya
diragukan. Pola proses pembelajaran dosen aktif dengan
mahasiswa pasif ini
efektifitasnya rendah, dan tidak dapat menumbuhkembangkan
proses partisipasi
aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini terjadi sebagai akibat
elemen-elemen
terbentuknya proses partisipasi yang berupa, (i) dorongan untuk
memperoleh harapan
(effort), (ii) kemampuan mengikuti proses pembelajaran, dan
(iii) peluang untuk
mengungkapkan materi pembelajaran yang diperolehnya di dunia
nyata/masyarakat
tidak ada atau sangat terbatas. Intensitas pembelajaran mahasiswa
umumnya meningkat
(tetapi tetap tidak efektif), terjadi pada saat-saat akhir mendekati
ujian. Akibatnya
mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diases.
Dosen menjadi pusat
peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan
menjadi
satu-satunya sumber ilmu.
Perbaikan pola
pembelajaran ini telah banyak dilakukan dengan kombinasi lecturing,
tanya-jawab, dan
pemberian tugas, yang kesemuanya dilakukan berdasarkan
”pengalaman
mengajar” dosen yang bersangkutan dan bersifat trial-error. Luaran
proses pembelajaran
tetap tidak dapat diases, serta memerlukan waktu lama
pelaksanaan
perbaikannya. Pola pembelajaran di perguruan tinggi yang berlangsung
saat sekarang perlu
dikaji untuk dapat dipetakan pola keragamannya.
Oleh karenanya
perlu dilakukan perubahan dalam proses dan materi pembelajaran di
perguruan tinggi
tidak lagi berbentuk Teacher-Centered Content-Oriented (TCCO),
tetapi
diganti dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning (SCL) yang
disesuaikan dengan
keadaan perguruan tingginya.
B.
Perubahan dari TCL (TCCO) ke arah SCL
Pola pembelajaran
yang terpusat pada dosen seperti yang dipraktekkan pada saat ini
kurang memadai
untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis kompetensi. Berbagai
23
alasan yang dapat
dikemukakan antara lain adalah: (i) perkembangan IPTEK dan Seni
yang sangat pesat
dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan
materi pembelajaran
yang sulit dapat dipenuhi oleh seorang dosen, (ii) perubahan
kompetensi
kekaryaan yang berlangsung sangat cepat memerlukan materi dan proses
pembelajaran yang
lebih fleksibel, (iii) kebutuhan untuk mengakomodasi
demokratisasi
partisipatif dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi. Oleh
karena itu
pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat pada mahasiswa (SCL)
dengan memfokuskan
pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti
mahasiswa harus
didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri,
kemudian berupaya
keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Ketiga alasan
pergeseran
pembelajaran yang diuraikan diatas merupakan alasan diluar esensi proses
pembelajaran itu
sendiri.
Bila ditinjau
esensinya, pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma, yaitu
paradigma dalam
cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan
pembelajaran
itu sendiri. Paradigma lama memandang pengetahuan sebagai
sesuatu
yang sudah jadi,
yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah
transfer
of knowledge. Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi
atau bentukan dari
orang yang belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari
dan membentuk/
mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik
caranya. Sedangkan
dengan paradigma lama belajar adalah menerima pengetahuan,
pasif, karena
pengetahuan yang telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke
mahasiswa dari
dosen, akibatnya bentuknya berupa penyampaian materi (ceramah).
Dosen sebagai
pemilik dan pemberi pengetahuan, mahasiswa sebagai penerima
pengetahuan,
kegiatan ini sering dinamakan pengajaran. Dengan pola ini perencanaan
pengajarannya (GPPP
dan SAP) lebih banyak mendeskripsikan kegiatan yang harus
dilakukan oleh
pengajar, sedang bagi mahasiswa perencanaan tersebut lebih banyak
bersifat instruksi
yang harus dijalankan. Konsekuensi paradigma baru adalah dosen
hanya sebagai
fasilitator dan motivator dengan menyediakan beberapa strategi belajar
yang memungkinkan
mahasiswa (bersama dosen) memilih, menemukan dan
menyusun
pengetahuan serta cara mengembangkan ketrampilannya (method of
inquiry
and discovery). Dengan paradigma inilah proses pembelajaran (learning
process) dilakukan.
Dengan ilustrasi dibawah ini akan lebih jelas perbedaan TCL
dengan SCL.
Teacher
Centered Learning
24
Gambar 6. Ilustrasi
perbedaan TCL dan SCL
Secara lebih rinci
perbedaan antara metode pembelajaran berpusat pada guru (Teacher
Centered
learning ) dan Student Centered Learning antara lain seperti berikut:
TEACHER CENTERED
LEARNING STUDENT CENTERED LEARNING
a Pengetahuan ditransfer dari dosen ke
mahasiswa
Mahasiswa secara aktif mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya
b Mahasiswa menerima pengetahuan
secara pasif
Mahasiswa secara aktif terlibat di dalam
mengelola pengetahuan
c Lebih menekankan pada penguasaan
materi
Tidak hanya menekankan pada penguasaan
materi tetapi juga dalam mengembangkan
karakter mahasiswa (life-long learning)
d Biasanya memanfaatkan media tunggal Memanfaatkan banyak media (multimedia)
e Fungsi dosen atau pengajar sebagai
pemberi informasi utama dan evaluator
Fungsi dosen sebagai fasilitator dan evaluasi
dilakukan bersama dengan mahasiswa.
f Proses pembelajaran dan penilaian
dilakukan secara terpisah
Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan
saling berkesinambungan dan terintegrasi
g Menekankan pada jawaban yang benar
saja
Penekanan pada proses pengembangan
pengetahuan. Kesalahan dinilai dapat menjadi
salah satu sumber belajar.
Belajar adalah berubah (dari gemuk ke kurus)
aktif dengan cara yang dipilih sendiri
Belajar menerima pengetahuan ?
Mahasiswa pasif dosen aktif
Teacher
Centered Learning
25
h Sesuai untuk mengembangkan ilmu
dalam satu disiplin saja
Sesuai untuk pengembangan ilmu dengan cara
pendekatan interdisipliner
i Iklim belajar lebih individualis dan
kompetitif
Iklim yang dikembangkan lebih bersifat
kolaboratif, suportif dan kooperatif
j Hanya mahasiswa yang dianggap
melakukan proses pembelajaran
Mahasiswa dan dosen belajar bersama di
dalam mengembangkan pengetahuan, konsep
dan keterampilan.
k Perkuliahan merupakan bagian
terbesar dalam proses pembelajaran
Mahasiswa dapat belajar tidak hanya dari
perkuliahan saja tetapi dapat menggunakan
berbagai cara dan kegiatan
l Penekanan pada tuntasnya materi
pembelajaran
Penekanan pada pencapaian kompetensi
peserta didik dan bukan tuntasnya materi.
m Penekanan pada bagaimana cara dosen
melakukan pembelajaran
Penekanan pada bagaimana cara mahasiswa
dapat belajar dengan menggunakan berbagai
bahan pelajaran, metode interdisipliner,
penekanan pada problem based learning dan
skill
competency.
Tabel 8. Rangkuman
Perbedaan TCL dan SCL
Pembelajaran
menurut UUSisdiknas no 2 tahun 2003 dinyatakan bahwa yang dimaksud
dengan pembelajaran
adalah interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar, di
dalam lingkungan
belajar tertentu. Sehingga dengan mendeskripsikan setiap unsur yang
terlibat dalam
pembelajaran tersebut dapat ditengarai ciri pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student
centered learning) seperti pada gambar 7 dibawah ini.
MAHASISWA
DOSEN
SUMBER
BELAJAR
SEBAGAI
FASILITATOR
DAN MOTIVATOR
MULTI DEMENSI
MENITIK BERATKAN
PADA METHOD OF
INQUIRY & DISCOVERY
INTERAKSI
MENUNJUKKAN
KINERJA KREATIF
(KOGNITIF,PSIKOMOTOR,
AFEKTIF,YANG UTUH)
TERANCANG
DAN
KONTEKTUAL
endro
Gambar 7. Skema
Student Centered Learning.
26
Di dalam proses
pembelajaran SCL, dosen masih memiliki peran yang penting seperti
dalam rincian tugas
berikut ini :
a. Bertindak
sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran.
b. Mengkaji
kompetensi matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir
pembelajaran
c. Merancang
strategi dan lingkungan pembelajaran dengan menyediakan berbagai
pengalaman belajar
yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi
yang dibebankan
pada matakuliah yang diampu.
d. Membantu
mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk
dimanfaatkan dalam
memecahkan permasalahan nyata.
e. Mengidentifikasi
dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang
relevan dengan
kompetensinya.
Sementara itu,
peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah:
a. Mengkaji kompetensi
matakuliah yang dipaparkan dosen
b. Mengkaji
strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen
c. Membuat rencana
pembelajaran untuk matakuliah yang diikutinya
d. Belajar secara
aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat
dalam pemecahan
masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berfikir
tingkat tinggi
seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individu maupun
berkelompok.
e. Mengoptimalkan
kemampuan dirinya.
VII.
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM KBK
Terdapat beragam
metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya adalah: (1) Small Group
Discussion;
(2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4)
Discovery Learning (DL);
(5)
Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative
Learning
(CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan
(10)
Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain kesepuluh
model tersebut, masih
banyak model
pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap
pendidik/dosen
dapat pula mengembangkan model pembelajarannya sendiri.
27
Berikut
akan disampaikan satu persatu kesepuluh model pembelajaran di atas.
A.
Small Group Discussion
Diskusi adalah
salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari
banyak model
pembelajaran SCL yang lain, seperti CL, CbL, PBL, dan lain-lain.
Mahasiswa peserta
kuliah diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang)
untuk mendiskusikan
bahan yang diberikan oleh dosen atau bahan yang diperoleh
sendiri oleh
anggota kelompok tersebut. Dengan aktivitas kelompok kecil, mahasiswa
akan belajar: (a)
Menjadi pendengar yang baik; (b) Bekerjasama untuk tugas bersama;
(c) Memberikan dan
menerima umpan balik yang konstruktif; (d) Menghormati
perbedaan pendapat;
(e) Mendukung pendapat dengan bukti; dan (f) Menghargai
sudut pandang yang
bervariasi (gender, budaya, dan lain-lain). Adapun aktivitas
diskusi kelompok
kecil dapat berupa: (a) Membangkitkan ide; (b) Menyimpulkan
poin penting; (c)
Mengases tingkat skill dan pengetahuan; (d) Mengkaji kembali topik
di kelas
sebelumnya; (e) Menelaah latihan, quiz, tugas menulis; (f) Memproses
outcome
pembelajaran pada akhir kelas; (g) Memberi komentar tentang
jalannya
kelas; (h)
Membandingkan teori, isu, dan interpretasi; (i) Menyelesaikan masalah; dan
(j) Brainstroming.
B.
Simulasi/Demonstrasi
Simulasi adalah
model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke
dalam kelas.
Misalnya untuk mata kuliah aplikasi instrumentasi, mahasiswa diminta
membuat perusahaan
fiktif yang bergerak di bidang aplikasi instrumentasi, kemudian
perusahaan tersebut
diminta melakukan hal yang sebagaimana dilakukan oleh
perusahaan
sesungguhnya dalam memberikan jasa kepada kliennya, misalnya
melakukan proses bidding,
dan sebagainya. Simulasi dapat berbentuk: (a) Permainan
peran (role
playing). Dalam contoh di atas, setiap mahasiswa dapat diberi peran
masing-masing,
misalnya sebagai direktur, engineer, bagian pemasaran dan lain-lain;
(b) Simulation
exercices and simulation games; dan (c) Model komputer. Simulasi
dapat mengubah cara
pandang (mindset) mahasiswa, dengan jalan: (a)
Mempraktekkan
kemampuan umum (misal komunikasi verbal & nonverbal); (b)
Mempraktekkan
kemampuan khusus; (c) Mempraktekkan kemampuan tim; (d)
28
Mengembangkan
kemampuan menyelesaikan masalah (problem-solving);(e)
Menggunakan
kemampuan sintesis; dan (f) Mengembangkan kemampuan empati.
C.
Discovery Learning (DL)
DL adalah metode
belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang
tersedia, baik yang
diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa,
untuk membangun
pengetahuan dengan cara belajar mandiri.
D.
Self-Directed Learning (SDL)
SDL adalah proses
belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri.
Dalam hal ini,
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar
yang telah
dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangkutan. Sementara
dosen hanya
bertindak sebagai fasilitator, yang memberi arahan, bimbingan, dan
konfirmasi terhadap
kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa
tersebut.
Metode belajar ini
bermanfaat untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa,
bahwa belajar
adalah tanggungjawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu
mahasiswa didorong
untuk bertanggungjawab terhadap semua fikiran dan tindakan
yang dilakukannya.
Metode pembelajaran
SDL dapat diterapkan apabila asumsi berikut sudah terpenuhi.
Sebagai orang
dewasa, kemampuan mahasiswa semestinya bergeser dari orang yang
tergantung pada
orang lain menjadi individu yang mampu belajar mandiri. Prinsip
yang digunakan di
dalam SDL adalah: (a) Pengalaman merupakan sumber belajar
yang sangat
bermanfaat; (b) Kesiapan belajar merupakan tahap awal menjadi
pembelajar mandiri;
dan (c) Orang dewasa lebih tertarik belajar dari permasalahan
daripada dari isi
matakuliah Pengakuan, penghargaan, dan dukungan terhadap proses
belajar orang
dewasa perlu diciptakan dalam lingkungan belajar. Dalam hal ini, dosen
dan mahasiswa harus
memiliki semangat yang saling melengkapi dalam melakukan
pencarian
pengetahuan.
29
E.
Cooperative Learning (CL)
CL adalah metode
belajar berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk
memecahkan suatu
masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini
terdiri atas
beberapa orang mahasiswa, yang memiliki kemampuan akademik yang
beragam.
Metode ini sangat
terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas,
langkah-langkah
diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya
ditentukan dan
dikontrol oleh dosen. Mahasiswa dalam hal ini hanya mengikuti
prosedur diskusi
yang dirancang oleh dosen. Pada dasarnya CL seperti ini merupakan
perpaduan antara teacher-centered
dan student-centered learning.
CL bermanfaat untuk
membantu menumbuhkan dan mengasah: (a) kebiasaan belajar
aktif pada diri
mahasiswa; (b) rasa tanggungjawab individu dan kelompok mahasiswa;
(c) kemampuan dan
keterampilan bekerjasama antar mahasiswa; dan (d) keterampilan
sosial mahasiswa.
F.
Collaborative Learning (CbL)
CbL adalah metode
belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa
yang didasarkan
pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok.
Masalah/tugas/kasus
memang berasal dari dosen dan bersifat open ended, tetapi
pembentukan
kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok,
penentuan waktu dan
tempat diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil
diskusi/kerja
kelompok ingin dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan melalui
konsensus
bersama antar
anggota kelompok.
G.
Contextual Instruction (CI)
CI adalah konsep
belajar yang membantu dosen mengaitkan isi matakuliah dengan
situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat
keterhubungan
antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
sebagai anggota
masyarakat, pelaku kerja profesional atau manajerial, entrepreneur,
maupun investor.
Sebagai contoh,
apabila kompetensi yang dituntut matakuliah adalah mahasiswa dapat
menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi proses transaksi jual beli, maka dalam
30
pembelajarannya,
selain konsep transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan
contoh, dan
mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi tugas dan kesempatan untuk
terjun langsung di
pusat-pusat perdagangan untuk mengamati secara langsung proses
transaksi jual beli
tersebut, atau bahkan terlibat langsung sebagai salah satu
pelakunya, sebagai
pembeli, misalnya. Pada saat itu, mahasiswa dapat melakukan
pengamatan
langsung, mengkajinya dengan berbagai teori yang ada, sampai ia dapat
menganalis
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya proses transaksi jual
beli. Hasil
keterlibatan, pengamatan dan kajiannya ini selanjutnya dipresentasikan di
dalam kelas, untuk
dibahas dan menampung saran dan masukan lain dari seluruh
anggota kelas.
Pada intinya dengan
CI, dosen dan mahasiswa memanfaatkan pengetahuan secara
bersama-sama, untuk
mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah, serta
memberikan
kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran untuk
belajar satu sama
lain.
H.
Project-Based Learning (PjBL)
PjBL adalah metode
belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam
belajar pengetahuan
dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian (inquiry)
yang panjang dan
terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta
tugas dan produk
yang dirancang dengan sangat hati-hati.
I.
Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I)
PBL/I adalah
belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan
pencarian/penggalian
informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut.
Pada umumnya,
terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam
PBL/I, yaitu: (a)
Menerima masalah yang relevan dengan salah satu/beberapa
kompetensi yang
dituntut matakuliah, dari dosennya; (b) Melakukan pencarian data
dan informasi yang
relevan untuk memecahkan masalah; (c) Menata data dan
mengaitkan data
dengan masalah; dan (d) Menganalis strategi pemecahan
masalahPBL/I adalah
belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus
melakukan
pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan
masalah tersebut.
31
3
2
1
No
• Menyediakan data, atau
petunjuk
(metode) untuk menelusuri
suatu
pengetahuan yang harus
dipelajari oleh mahasiswa.
• Memeriksa dan memberi
ulasan
terhadap hasil belajar
mandiri
mahasiswa.
• mencari, mengumpulkan,
dan
menyusun informasi yang ada
untuk mendeskripsikan suatu
pengetahuan.
Discovery
Learning
• Merancang situasi/
kegiatan yang
mirip dengan yang
sesungguhnya, bisa berupa
bermain peran, model
komputer,
atau berbagai latihan
simulasi.
• Membahas kinerja
mahasiswa.
• mempelajari dan
menjalankan
suatu peran yang ditugaskan
kepadanya.
• atau mempraktekan/mencoba
berbagai model (komputer)
yang telah disiapkan.
Simulasi
• Membuat rancangan bahan
dikusi dan aturan diskusi.
• Menjadi moderator dan sekaligus
mengulas pada setiap akhir
sesion diskusi mahasiswa.
• membentuk kelompok (5-10)
• memilih bahan diskusi
• mepresentasikan paper dan
mendiskusikan di kelas
Small
Group
Discussion
YANG
DILAKUKAN YANG DILAKUKAN DOSEN
MAHASISWA
MODEL
BELAJAR
URAIAN RINGKAS CIRI
BEBERAPA MODEL BELAJAR
6
5
4
No
• Merancang tugas yang
bersifat
open ended.
• Sebagai fasilitator dan
motivator.
• Bekerja sama dengan
anggota kelompoknya dalam
mengerjakan tugas
• Membuat rancangan proses
dan bentuk penilaian
berdasarkan konsensus
kelompoknya sendiri.
Collaborative
Learning
• merancang dan dimonitor
proses
belajar dan hasil belajar
kelompok mahasiswa.
• Menyiapkan suatu masalah/
kasus atau bentuk tugas
untuk
diselesaikan oleh mahasiswa
secara berkelompok.
• Membahas dan
menyimpulkan masalah/
tugas yang diberikan dosen
secara berkelompok.
Cooperative
Learning
• sebagai fasilitator.
memberi
arahan, bimbingan, dan
konfirmasi terhadap
kemajuan
belajar yang telah
dilakukan
individu mahasiswa .
• merencanakan kegiatan
belajar, melaksanakan, dan
menilai pengalaman
belajarnya sendiri.
Self-Directed
Learning
YANG
DILAKUKAN YANG DILAKUKAN DOSEN
MAHASISWA
MODEL
BELAJAR
Tabel
9. Ringkasan Model Pembelajaran (a)
32
Problem
Based
Learning
Project
Based
Learning
Contextual
Instruction
MODEL
BELAJAR
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN BELAJAR
No
MAHASISWA
• Merancang tugas untuk
mencapai
kompetensi tertentu
• Membuat petunjuk(metode)
untuk
mahasiswa dalam mencari
pemecahan masalah yang
dipilih
oleh mahasiswa sendiri atau
yang
ditetapkan.
• Belajar dengan menggali/
mencari informasi (inquiry)
serta memanfaatkan
informasi tersebut untuk
memecahkan masalah
faktual/ yang dirancang
oleh dosen .
9
• Merancang suatu tugas
(proyek)
yang sistematik agar
mahasiswa
belajar pengetahuan dan
ketrampilan
melalui proses pencarian/
penggalian (inquiry), yang
terstruktur
dan kompleks.
• Merumuskan dan melakukan
proses
pembimbingan dan asesmen.
• Mengerjakan tugas (berupa
proyek) yang telah
dirancang secara
sistematis.
• Menunjukan kinerja dan
mempertanggung jawabkan
hasil kerjanya di forum.
8
• Menjelaskan bahan kajian
yang
bersifat teori dan
mengkaitkannya
dengan situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari, atau
kerja
profesional, atau
manajerial, atau
entrepreneurial.
• Menyusun tugas untuk
studi
mahasiswa terjun ke
lapangan
• Membahas konsep (teori)
kaitannya dengan situasi
nyata
• Melakukan studi lapang/
terjun di dunia nyata untuk
mempelajari kesesuaian
teori.
7
Tabel 10. Ringkasan
Model Pembelajaran (b)
VIII.
MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN
Tugas pertama yang
harus dikerjakan dosen dalam pembelajaran adalah menyusun
rencana
pembelajarannya. Bentuk rancangan pembelajaran yang lazim terdiri dari
Garis-garis Besar
perencanaan Pengajaran (GBPP) yang merupakan rencana kegiatan
pengajaran selama
satu semester, dan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang
merupakan rincian
kegiatan disetiap minggunya atau setiap kegiatan tatap muka.
GBPP disusun
berdasarkan Analisis instruksional yang merupakan rangkaian
pencapaian tujuan
instruksional/ tujuan pengajaran. Rumusan tujuan instruksional
lebih banyak pada
ranah kognitif , karena rencana ini sangat dipengaruhi paradigma
lama (yang telah
diuraikan diatas) sehingga kegiatan yang disusun sebagian besar
berupa perkuliahan/
ceramah yang diakhiri dengan ujian tulis baik di tengah semester
atau di akhir
semester. Disini kegiatan pengajaran sebagai proses dipisahkan dengan
hasil belajar.
Secara sistem semua uraian diatas tergambarkan dalam gambar 8 berikut
ini.
33
GBPP
SAP
PERENCANAAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM
HASIL
BELAJAR
REKONSTRUKSI
MATA KULIAH
EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
endro
Gambar
8. Sistem pembelajaran (1).
Dalam konsep KBK
yang diusulkan, perencanaan pembelajaran didasarkan pada paradigma
baru seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Perbedaan yang sangat mendasar adalah proses
pembelajaran tidak
terpisahkan dengan hasil belajar, tetapi menjadi siklus yang lebih pendek
yaitu dengan
mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi. Sehingga ujian akhir semester
yang dinilai
sebagai hasil belajar menjadi tidak penting lagi, karena dikembangkannya bentuk
assesment yang
lebih menekankan pada proses dan sekaligus hasil belajar (lihat gambar 9 :
Sistem Pembelajaran
2 dan Gambar 10: Contoh Perencanaan SCL).
Garis
Besar
Rencana
Pembljrn KURIKULUM
PERENCANAAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN
(PLAN)
(DO) (ACT)
Pengem
bangan
Pembela
jaran
Mahasiswa
Dosen Sumber
belajar
(CHECK) EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
endro
Gambar 9. Sistem
pembelajaran (2).
34
TUGAS &
PRESENTASI
SEMINAR MEMBUAT
MODEL
PRAKTIKUM
Kemampuan a Kemampuan b Kemampuan c Kemampuan d
Bahan
kajian
D
Bahan
kajian
C
Bahan
kajian
B
Bahan
kajian
A
KOMPETEN
KOMPETENSI
KULIAH DAN TUTORIAL
endrop3ai@ its.ac.id
Gambar 10. Contoh
Rancangan Pembelajaran SCL dalam KBK.
Dan dengan bentuk
pembelajaran SCL seperti yang telah dicirikan dalam gambar (6), maka
perencanaan
pembelajaran akan berisi rincian pengalaman belajar mahasiswa, apa yang harus
mahasiswa kerjakan
dan hasilkan. Terkait dengan struktur kurikulum yang telah tersusun
sebelumnya, maka
suatu mata kuliah telah ditetapkan posisi semesternya, beban sks, serta
kompetensi-kompetensi
yang dibebankan atau harus dicapai oleh mahasiswa setelah
pembelajaran mata
kuliah ini dijalaninya. Maka perencanaan pembelajaran suatu mata kuliah
akan memuat : (a)
rumusan kemampuan akhir yang harus dicapai disetiap tahapan
pembelajaran yang
bila semua tahap telah dilakukan diharapkan kompetensinya bisa tercapai;
(b) waktu yang
disediakan untuk mendapatkan kemampuan tahapan tadi; (c) strategi/bentuk
pembelajaran yang
diterapkan untuk mencapai kemampuan akhir tiap tahapan; (d) bahan
kajian tiap tahap;
(e) kriteria penilaian yang terkait dengan kemampuan akhir yang
diharapkan untuk
setiap kegiatan pembelajaran; dan (f) bobot nilai di tiap tahap
pembelajaran.
Contoh format rancangan pembelajaran ini dapat disimak pada gambar 11
dibawah ini.
35
(6)
BOBOT
NILAI
(5)
KRITERIA
(indikator)
PENILAIAN
(4)
BENTUK
PEMBELA
JARAN
(3)
MATERI
PEMBELA
JARAN
(2)
KEMAMPUAN
AKHIR
YANG
DIHARAPKAN
(1)
MINGGU
KE
RENCANA PEMBELAJARAN KBK
Mata
kuliah : ……………………………….. Sem …… Kode : …… sks : ….
Jurusan
: .. .…………………………….. Dosen : ………………………….
KOMPETENSI
: …………………………………………………………………………
………………………………………………………………………….
endro
Gambar 11. Format
Rencana Pembelajaran KBK .
bisa berupa : ceramah,
diskusi, presentasi tugas, seminar, simulasi,
responsi, praktikum,
latihan, kuliah lapang, praktek bengkel, survai
lapangan, bermain
peran,atau gabungan berbagai bentuk. Penetapan
bentuk pembelajaran
didasarkan pada keniscayaan bahwa kemampuan
yang diharapkan diatas akan
tercapai dengan bentuk/ model
pembelajaran tersebut.
BENTUK
PEMBELAJARAN
4
disesuaikan dengan waktu
yang digunakan untuk membahas atau
mengerjakan tugas, atau
besarnya sumbangan suatu kemampuan
terhadap pencapaian
kompetensi mata kuliah ini.
6 BOBOT
NILAI
berisi : indikator yang
dapat menunjukan pencapaian kemampuan yang
dicanangkan, atau unsur
kemampuan yang dinilai (bisa kualitatif misal
ketepatan analisis,
kerapian sajian, Kreatifitas ide, kemampuan
komunikasi, juga bisa juga
yang kuantitatif : banyaknya kutipan acuan /
unsur yang dibahas,
kebenaran hitungan).
KRITERIA
PENILAIAN
(indikator)
5
Bisa diisi pokok bahasan /
sub pokok bahasan, atau topik bahasan.
(dengan asumsi tersedia
diktat/modul ajar untuk setiap pokok bahasan)
MATERI
PEMBELAJARAN
3
Rumusan kemampuan dibidang
kognitif, psikomotorik , dan afektif
diusahakan lengkap dan utuh
(hard skills & soft skills). Merupakan
tahapan kemampuan yang
diharapkan dapat mencapai kompetensi mata
kuliah ini diakhir
semester.
KEMAMPUAN
AKHIR
YANG
DIHARAPKAN
2
Menunjukan kapan suatu
kegiatan dilaksanakan, yakni mulai minggu ke
1 sampai ke 16 (satu
semester )(bisa 1/2/3/4 mingguan).
1 MINGGU KE
NOMOR JUDUL
KOLOM PENJELASAN PENGISIAN
KOLOM
CARA MENGISI RENCANA PEMBELAJARAN
endro
Gambar 12. Cara
pengisisian Format Rencana Pembelajaran KBK.
36
Disamping rancangan
pembelajaran satu semester seperti diatas, diperlukan perencanaan atau
panduan tugas-tugas
yang harus dikerjakan oleh mahasiswa dalam mencapai suatu
kemampuan tertentu
yang ditetapkan dalam suatu tahapan pembelajaran. Seperti format
dibawah ini.
1.
TUJUAN TUGAS :
..............................................................................................................
2.
URAIAN TUGAS :
a. Obyek garapan : ………………………………………………………..
b. Yang harus dikerjakan
dan batasan-batasan : ………………………
c. Metode/ cara
pengerjaan, acuan yang digunakan : ........................
d. Deskripsi luaran tugas
yang dihasilkan/ dikerjakan : ……………….
3.
KRITERIA PENILAIAN :
a. ……………………………………………… %
b. ……………………………………………… %
c. ……………………………………………… %
FORMAT RANCANGAN TUGAS
MATA KULIAH : ……………………………………………………..
SEMESTER : …………………………………_______________sks :…………….
MINGGU KE : .............................
………… Tugas ke : .........
endro
Gambar 13. Format
Rancangan Tugas .
1.
TUJUAN TUGAS :
adalah rumusan kemampuan
yang diharapkan dapat dicapai oleh mahasiswa bila ia berhasil
mengejakan tugas ini
(hard skill dan soft skill)
2.
URAIAN TUGAS :
a. Obyek
garapan : berisi deskripsi obyek material yang akan distudi dalam tugas
ini (misal
tentang penyakit kulit/
manejemen RS/ narkoba/ bayi/ perawatan darurat/ dll)
b. Yang
harus dikerjakan dan batasan-batasan :
uraian besaran, tingkat
kerumitan, dan keluasan masalah dari obyek material yang harus distudi,
tingkat ketajaman dan
kedalaman studi yang distandarkan. (misal tentang perawatan
bayiprematur, distudi
tentang hal yang perlu diperhatikan, syarat-syarat yang harus dipenuhi -
kecermatan, kecepatan,
kebenaran prosedur ,dll) Bisa juga ditetapkan hasilnya harus dipresentasi
di forum diskusi/
seminar.
c.
Metode/ cara pengerjaan tugas :
berupa petunjuk tentang
teori /teknik / alat yang sebaiknya digunakan, alternatif langkah-langkah
yang bisa ditempuh, data
dan buku acuan yang wajib dan yang disarankan untuk digunakan,
ketentuan dikerjakan
secara kelompok/ individual.
d.
Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan :
adalah uraian tentang
bentuk hasil studi/ kinerja yang harus ditunjukkan/disajikan (misal hasil
studi tersaji dalam paper
minimum 20 halaman termasuk skema, tabel dan gambar, dengan
ukuran kertas kuarto,
diketik dengan type dan besaran huruf yang tertentu, dan mungkin dilengkapi
sajian dalam bentuk CD
dengan format powerpoint).
3.
KRITERIA PENILAIAN :
berisi butir-butir
indikator yang dapat menunjukan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam usaha
mencapai kompetensi yang
telah dirumuskan.
PENJELASAN FORMAT TUGAS :
endro
Gambar 14. Cara
Mengisi Format Rancangan Tugas .
37
MEMILIH
METODE PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SCL
Pada dasarnya
proses membuat rancangan pembelajaran adalah memilih metode
pembelajaran yang
tepat agar mencapai kompetensi yang ditetapkan. Dalam memilih
metode pembelajaran
perlu diperhatikan kaitan antar unsur-unsur berikut, yaitu: (1)
Mahasiswa; (2) Materi
ajar/bahan kajian; dan (c). Sarana/alat pembelajaran. Kaitan
pertama adalah
hubungan antara mahasiswa dengan bahan kajian yang akan dipelajari,
aspek yang penting
adalah mengukur tingkat kesulitan atau kompleksitas bahan kajian
terhadap tingkat
kemampuan mahasiswa yang akan belajar. Mahasiswa tahun ketiga
diasumsikan berbeda
tingkat kemampuannya dengan mahasiswa di tahun pertama,
sehingga bahan
kajian yang sulit harus dicari cara yang lebih tepat yang sesuai dengan
tingkat kemampuan
agar mahasiswa bisa belajar dengan baik dalam mencapai
kompetensinya.
Kedua adalah kaitan antara mahasiswa dengan sarana pembelajaran,
perlu diperhatikan
tingkat efisiensinya. Beda jumlah mahasiswa per kelas tentu beda
dalam menetapkan
sarana/alat pembelajaran yang digunakan agar efisien dalam mencapai
kompetensi. Misal
pemberian ringkasan kuliah untuk jumlah mahasiswa yang besar
kemudian dibahas
berkelompok akan lebih efektif dari pada diceramahkan, bila yang
akan dicapai adalah
penguasaan teoritis. Ketiga adalah kaitan antara tingkat kesulitan dan
macam bahan kajian/
keilmuan dengan sarana pembelajaran yang dipilih. Sebagai contoh,
bila mengajarkan
warna namun tidak menggunakan alat tayang visual, maka
pembelajaran warna
tersebut menjadi tidak dapat diserap mahasiswa dengan baik.
Dengan
mempertimbangkan ketiga kaitan tersebut, yang tetap menjadi fokus dalam
memilih metode
pembelajaran adalah kesesuaian dengan kemampuan/ kompetensi
(learning outcome)
yang ingin dicapai dari suatu tahapan pembelajaran. (lihat gambar 15 :
kaitan unsur dalam
memilih metode pembelajaran).
Kompetensi dalam
proses pendidikan dipahami sebagai gabungan kemampuan kognitif,
psikomotor, dan
afektif yang tercermin dalam perilaku. Atau dalam dunia kerja
digunakan istilah
gabungan hardskills dan softskills dimana hardskill dimaksudkan
sebagai kemampuan
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (kemampuan
teknis), sedang
softskills dimaknai sebagai kemampuan interpersonal dan intrapersonal
(non teknis).
Sehingga dalam pembelajaran yang mengarah tercapainya kompetensi akan
dipilih model
pembelajaran yang selain dapat menghasilkan hardskills juga harus dapat
menumbuhkan
softskills pada anak didik. Dan kesepuluh model pembelajaran yang telah
38
diuraikan diatas
akan dapat menghasilkan kemampuan hardskills dan softskills. (Lihat
gambar 16)
MATERI
AJAR/ MAHASISWA
BAHAN
KAJIAN
SARANA/
ALAT
Efektivitas
Efisiensi
Tingkat
kesukaran &
tingkat
kemampuan
KOMPETENSI
PROJECT
BASE
LEARNING
PROBLEM
BASE
LEARNING
SEMINAR /
PRAKTIKUM
CERAMAH
DISKUSI
METODE/
MODEL PEMBELAJARAN
Mampu
Berenang
Penguasaan
rumus
Kemampuan
komunikasi
COLLABORATIVE
SIMULASI ….
LEARNING
RUMUSAN
KOMPETENSI
(contoh)
1. Small
Group Discussion
2.
Role-Play & Simulation
3. Case
Study
4.
Discovery Learning (DL)
5.
Self-Directed Learning (SDL)
6.
Cooperative Learning (CL)
7.
Collaborative Learning (CbL)
8.
Contextual Instruction (CI)
9. Project
Based Learning (PjBL)
10.
Problem Based Learning and Inquiry (PBL)
Model-
model pembelajaran
dengan
pendekatan SCL
endro
MEMILIH METODE/ BENTUK/ MODEL PEMBELAJARAN
Gambar 16. Pemilihan
metode pembelajaran .
IX.ALTERNATIF
PENILAIAN KEMAMPUAN ANAK DIDIK
Penilaian adalah
tugas dosen yang dipandang cukup sulit bagi dosen. Beberapa
permasalahan sering
muncul dalam proses penilaian, diantaranya adalah:
Gambar 15 : Kaitan
unsur dalam memilih metode pembelajaran
39
1) Pemberian angka
pada hasil belajar mahasiswa apakah termasuk penilaian? Banyak di
antara dosen yang
terjebak hanya memberikan angka pada proses penilaiannya. Padahal
esensi dari
penilaian adalah memberikan umpan balik pada kinerja/kompetensi yang
ditunjukkan
mahasiswa agar dapat mengarah pada ketercapaian output dan outcome
pembelajaran. Angka
bukanlah tujuan akhir dari penilaian.
2) Jenis kemampuan
apa yang kita nilai dari mahasiswa? Dosen sering mengalami kesulitan
untuk menilai
kemampuan siswa. Tidak jarang dosen kurang mampu membedakan
kemampuan akhir
yang akan dinilainya. Sebagai contoh, pada saat dosen hendak menilai
kognitif, sering
dipengaruhi oleh kemampuan afeksi mahasiswa seperti sikap dan
penampilan
mahasiswa.
3) Apakah teknik
penilaian yang kita jalankan sudah tepat sesuai kemampuan mahasiswa
secara nyata dan
benar? Dosen juga sering mengalami kesulitan dalam menentukan
metode penilaian
yang tepat untuk menilai kompetensi tertentu. Misalnya, pada saat
dosen menilai
psikomotor, masih sering dilakukan secara ujian tertulis.
4) Bagaimana cara
penilaian: paper/karangan, syair. Matematika, maket, patung, ujian
tulis/uraian, apakah
sama caranya?
5) Apakah tes dan
ujian tulis merupakan satu-satunya cara yang tepat untuk melihat
kemampuan/kompetensi
mahasiswa? Masih banyak diantara dosen yang selalu
menggunakan metode
ujian tertulis mulai dari awal penilaian sampai ujian akhir.
Melihat sedemikian
rumitnya permasalahan penilaian, maka di dalam pembelajaran SCL
untuk mencapai
kompetensi maka diajukan model penilaian secara rubrik. Rubrik merupakan
panduan asesmen
yang menggambarkan kriteria yang digunakan dosen dalam menilai dan
memberi tingkatan
dari hasil pekerjaan mahasiswa. Rubrik perlu memuat daftar karakteristik
yang diinginkan
yang perlu ditunjukkan dalam suatu pekerjaan mahasiswa dengan panduan
untuk mengevaluasi
masing-masing karakteristik tersebut. Manfaat pemakaian rubrik di
dalam proses
penilaian adalah:
1. Rubrik
menjelaskan deskripsi tugas
2. Rubrik
memberikan informasi bobot
3. Mahasiswa
memperoleh umpan balik yang cepat dan akurat
4. Penilaian lebih
objektif dan konsisten
Secara konseptual
rubrik memiliki tiga (3) macam bentuk, yaitu (a) Rubrik deskriptif; (b)
Rubrik holistik;
dan (3) Rubrik skala persepsi. Di dalam pembelajaran sering menggunakan
40
rubrik deskriptif
dan rubrik holistik. Sementara rubrik skala persepsi sering digunakan untuk
melakukan
penelitian atau survai.
A.
Rubrik Deskriptif
Rubrik deskriptif
memiliki empat komponen atau bagian, yaitu deskripsi tugas, skala
nilai, dimensi, dan
deskripsi dimensi. Bentuk umum rubrik deskriptif ditunjukkan pada
Gambar 17. Keempat
komponen tersebut adalah (1) Deskripsi tugas: menjelaskan tugas
atau objek yang
akan dinilai atau dievaluasi. Deskripsi tugas ini harus benar-benar jelas
agar mahasiswa
memahami tugas yang diberikan; (2) Skala nilai: menyatakan tingkat
capaian mahasiswa
dalam mengerjakan tugas untuk dimensi tertentu. Skala nilai biasanya
dibagi menjadi
beberapa tingkat, misalnya dibagi menjadi tiga tingkat yaitu sangat
memuaskan,
memuaskan, dan cukup. Jumlah skala nilai ini bersifat fleksibel, dapat
diperbanyak atau
dikurangi sesuai kebutuhan. Pada umumnya tiga skala nilai telah dapat
mencukupi keperluan
penilaian; (3) Dimensi: Dimensi menyatakan aspek-aspek yang
dinilai dari
pelaksanaan tugas yang diberikan. Sebagai contoh, dalam tugas presentasi,
aspek-aspek yang
dinilai adalah pemahaman, pemikiran, komunikasi, penggunaan media
visual, dan
kemampuan presentasi. Aspek-aspek yang dinilai dapat saja diberikan bobot
yang berbeda dalam
penilaian, misalnya aspek pemikiran diberi bobot lebih tinggi
daripada aspek lain
dan kemampuan presentasi tidak terlalu tinggi dibandingkan aspek
yang lain. Contoh:
diberikan bobot 30% untuk pemikiran, 10% untuk kemampuan
presentasi, dan 20%
untuk yang lainnya. Pemberian bobot bergantung pada kepentingan
penilaian; dan (4) Tolok
Ukur Dimensi: disebut juga tolok ukur penilaian. Merupakan
deskripsi yang
menjelaskan bagaimana karakteristik dari hasil kerja mahasiswa.
Digunakan untuk
standar yang menentukan pencapaian skala penilaian, misalnya nilai
sangat memuaskan,
memuaskan, atau cukup.
Rubrik deskriptif
memberikan deskripsi karakteristik atau tolok ukur penilaian pada
setiap skala nilai
yang diberikan. Format ini banyak dipakai dosen dalam menilai tugas
mahasiswa karena
memberikan panduan yang lengkap untuk menilai hasil kerja
mahasiswa. Meskipun
memerlukan waktu untuk menyusunnya, manfaat rubrik deskriptif
bagi dosen dan
mahasiswa (sebagai umpan balik atas kinerja) melebihi usaha untuk
membuatnya.
41
B.
Rubrik Holistik
Berbeda dengan
rubrik deskriptif yang memiliki beberapa skala nilai, rubrik holistik
hanya memiliki satu
skala nilai, yaitu skala tertinggi. Isi dari deskripsi dimensinya adalah
kriteria dari suatu
kinerja untuk skala tertinggi. Apabila mahasiswa tidak memenuhi
kriteria tersebut,
penilai memberi komentar berupa alasan mengapa tugas mahasiswa
tidak mendapatkan
nilai maksimal. Gambar 18. menunjukkan bentuk umum dari rubrik
holistik.
Deskripsi tugas :
Dimensi 5 Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi
Dimensi 4 Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi
Dimensi 3 Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi
Dimensi 2 Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi
Dimensi 1 Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi Tolok ukur Dimensi
DEMENSI Skala 1 Skala 2 Skala 3
Gambar 17. Bentuk
Umum Rubrik Deskripsi .
Deskripsi tugas :
Dimensi 5 Harapan Dimensi 5
Dimensi 4 Harapan Dimensi 4
Dimensi 3 Harapan Dimensi 3
Dimensi 2 Harapan Dimensi 2
Dimensi 1 Harapan Dimensi 1
DEMENSI Kriteria Komentar Nilai
Bentuk Umum Rubrik Holistik
Gambar 18. Bentuk
Rubrik Holistik
42
Kelemahan rubrik
holistik adalah dosen masih harus menuliskan komentar atas capaian
mahasiswa pada
setiap dimensi bila mahasiswa tidak mencapai kriteria maksimum.
Karena tidak ada
panduan terperinci mungkin sekali terjadi ketidakajegan pemberian
komentar atau umpan
balik kepada mahasiswa. Dosen perlu menuliskan komentar yang
sama pada tugas
mahasiswa yang menunjukkan karakteristik yang sama, sehingga akan
memerlukan lebih
banyak waktu. Diakui bahwa menyusun rubrik holistik lebih sederhana
daripada rubrik
deskriptif, namun waktu yang diperlukan untuk melakukan penilaian
menjadi lebih lama.
C.
Cara membuat Rubrik
Beberapa langkah
yang harus dilakukan dalam membuat rubrik adalah:
1.
Mencari berbagai model rubrik
Saat ini penggunaan
rubrik mulai berkembang luas. Berbagai model rubrik dapat
diperoleh dengan
melakukan pencarian di website, karena banyak institusi pendidikan
dan staf pengajar
yang menaruh rubrik mereka dalam website. Berbagai model rubrik
yang ada dapat
dipelajari dengan membandingkan sebuah rubrik dengan rubrik
lainnya sehingga
menginspirasi ide-ide contoh dimensi dan tolok ukur yang
selanjutnya
diadaptasi sesuai dengan tujuan pembelajaran (menggunakan atau
mengadaptasi rubrik
dosen lain, tentu dengan meminta ijin kepada penulis aslinya).
2.
Menetapkan Dimensi
Setelah mengetahui
pokok-pokok pemikiran tentang tugas yang diberikan dan
harapan terhadap
hasil kerja mahasiswa dapat disusun komponen rubrik yang penting,
yaitu dimensi.
Pembuatan dimensi dilakukan dalam beberapa tahap: (a) Membuat
daftar yang berisi
harapan-harapan dosen dari tugas yang akan dilaksanakan oleh
mahasiswa; (b)
Menyusun daftar yang telah dibuat mulai dari harapan yang paling
diinginkan; (c)
Meringkas daftar harapan, jika daftar harapan masih panjang. Daftar
dapat
disederhanakan dengan cara menghilangkan elemen yang kurang penting atau
menggabungkan
elemen yang memiliki kesamaan; (d) mengelompokkan elemen
tersebut
berdasarkan hubungan yang satu dengan yang lainnya. Jadi, setiap kelompok
berisi
elemen-elemen yang saling berhubungan; (e) langkah berikutnya adalah
memberi nama
masing-masing kelompok dengan nama yang menggambarkan
elemen-elemen di
dalamnya; (f) nama-nama yang diberikan pada langkah di atas
43
disebut dengan
dimensi dan elemen-elemen di dalamnya menjadi deskripsi dimensi
untuk skala
tertinggi.
3.
Menentukan Skala
Tingkat pencapaian
hasil kerja mahasiswa untuk setiap dimensi ditunjukkan dengan
skala penilaian.
Jumlah skala yang dianjurkan sesuai dengan tingkatan penilaian yang
ada di program
studi masing-masing, misalnya penilaian sampai skala 5, yaitu sangat
baik,
baik, cukup, kurang baik, dan sangat kurang. Semakin
banyak skala yang
dipergunakan semakin
tidak mudah membedakan tolok ukur setiap dimensi, sehingga
dapat menimbulkan
subjektif. Tingkatan skala yang digunakan harus jelas dan relevan
untuk dosen dan
mahasiswa. Berikut beberapa contoh nama tingkatan skala penilaian:
(a) melebihi
standar, memenuhi standar, mendekati standar, di bawah standar; (b)
bukti yang lengkap,
bukti cukup, bukti yang minimal, tidak ada bukti; (c) baik sekali,
sangat baik, cukup,
belum cukup; dan seterusnya. Apapun nama yang digunakan pada
setiap tingkatan
skala, dosen dan mahasiswa mengerti dengan jelas, skala yang
mencerminkan hasil
kerja mahasiswa yang dapat diterima.
4.
Membuat Tolok Ukur pada Rubrik Deskriptif
Pada penyusunan
rubrik deskriptif, setelah skala penilaian didefinisikan, langkah
selanjutnya adalah
membuat deskripsi dimensi (tolok ukur dimensi) untuk setiap
skala. Tahapan
pembuatan tolok ukur dimensi :
a. tolok ukur
dimensi untuk skala tertinggi sudah dibuat sebelumnya, yaitu daftar
daftar yang telah
dibuat saat pada proses pembuatan dimensi. Daftar tersebut
berupa
harapan-harapan dosen pada tugas mahasiswa;
b. membuat tolok
dimensi untuk skala terendah. Pembuatannya mudah karena
merupakan kebalikan
tolok ukur dimensi untuk skala tertinggi;
c. membuat
deskripsi dimensi untuk skala pertengahan.
Semakin banyak
skala yang digunakan, semakin sulit membedakan dan menyatakan
secara tepat tolok
ukur dimensi yang dapat dimasukkan dalam suatu skala nilai. Jika
menggunakan lebih
dari tiga skala, tolok ukur dimensi yang dibuat terlebih dahulu
adalah yang paling
luar atau yang lebih dekat ke skala tertinggi atau terendah.
Kemudian selangkah
demi selangkah menuju ke bagian tengah.
44
Rubrik dan segala
bentuk penilaiannya diharapkan dapat diketahui secara terbuka oleh
mahasiswa di awal
semester. Oleh karenanya, pada saat proses perencanaan studi
(pengisian KRS),
semua perencanaan dan alat pembelajaran harus telah diterimakan
pada mahasiswa, hal ini dapat
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar